Wednesday, September 14, 2016

Industri Perbankan Enggan Turunkan Suku Bunga Kredit Meskipun LPS Sudah Turunkan Suku Bunga

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah menurunkan tingkat bunga penjaminan simpanan di bank umum dan bank perkreditan rakyat (BPR) masing-masing sebesar 50 basis poin (bps). Penurunan suku bunga penjaminan tersebut diharapkan dapat mendorong perbankan untuk menurunkan bunga pinjaman atau kredit.

Namun, Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah pesimis. Menurutnya, penurunan suku bunga kredit perbankan tidak bisa dirasakan dalam waktu cepat. Setidaknya, butuh waktu enam bulan sampai satu tahun untuk melihat penurunan suku bunga kredit. "Penurunan bunga kredit diharapkan bisa sedikit dipengaruhi oleh penurunan suku bunga LPS. Perlu waktu dan tidak segera. Umumnya enam bulan sampai setahun. Itu baru jadi suku bunga kredit turun," ujar Halim, Selasa (13/9).

Sejak awal tahun, LPS telah menurunkan suku bunga penjaminan simpanan sebanyak 125 bps. Sehingga, kini suku bunga penjaminan simpanan dalam bentuk rupiah di bank umum dipatok menjadi 6,25 persen, sedangkan suku bunga penjaminan simpanan BPR menjadi 8,75 persen. Pemangkasan tersebut dilatarbelakangi oleh kondisi suku bunga deposito perbankan yang terus mengalami penurunan. Tercatat rata-rata suku bunga simpanan bank pada Februari 2016 yang sebesar 6,94 persen telah turun menjadi 5,1 persen per Agustus 2016.

Menurut Halim, faktor lain yang perlu menjadi perhatian adalah kondisi likuiditas perbankan. Kalau likuiditas perbankan tidak dalam kondisi yang baik, maka butuh waktu yang agak lama bagi bank untuk menurunkan suku bunga kreditnya. Soalnya, pada saat likuiditas ketat, perbankan cenderung mencari dana cepat yang harganya mahal.

"Ketika kondisi perbankan menurun, bank-bank yang menjaga profit marginnya biasanya agak pelan menurunkan bunga. Takut KPI (Key Performing Index) tak terjaga," terang Halim. Tetapi, apabila likuiditas bank dalam kondisi yang berlebih, maka perbankan akan cenderung mendorong penyaluran kredit mereka dengan menawarkan bunga murah sebagai pemanis. "Kalau likuiditas berlimpah itu bisa lebih cepat penurunan suku bunga kreditnya," tutup Halim.

Kepala Eksekutif LPS Fauzi Ichsan menambahkan, kondisi likuiditas perbankan saat ini dalam kondisi yang baik. Ditambah lagi, ke depannya dana repatriasi hasil kebijakan amnesti pajak diperkirakan masuk secara agresif di akhir tahun. Dengan begitu, ia memprediksi, penurunan suku bunga kredit perbankan masih bisa terjadi.

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menilai kondisi permodalan dan likuiditas yang dimiliki oleh perbankan masih cukup kuat untuk meredam risiko kredit bermasalah (NPL). Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah mengatakan likuiditas perbankan saat ini dalam kondisi yang berlebih akibat penyaluran kredit yang tidak agresif, ditambah aliran dana yang masuk akibat kebijakan pengampunan pajak.

Dari sisi permodalan, data LPS terkini menunjukan rata-rata rasio kecukupan modal (CAR) bank secara umum berada di level 22,5 persen. Angka tersebut jauh lebih tinggi dari ketentuan minimum bank yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yakni 8 persen.  "Risiko perbankan dari sisi likuidtas masih moderat dan tidak akan terlalu mengkhawatirkan," ujar Halim, Selasa (13/9).

Sementara jika dilihat dari sisi risiko kredit, penurunan harga komoditas dan hasil tambang masih menjadi faktor penyebab memburuknya kualitas kredit sejumlah bank. Tercatat, hingga semester I lalu, rasio NPL secara industri mencapai 3,11 persen. Secara persentase, angka tersebut menurut Halim belum terlalu mengkhawatirkan.  "Ada sedikit tren membaik dalam beberapa waktu terakhir, tapi kalau kita melihat kedepannya menunjukan bank-bank masih akan hati-hati dalam mengucurkan kredit," jelas Halim.

Kepala Eksekutif LPS Fauzi Ichsan mengatakan permodalan bank yang kuat saat ini masih mampu menanggung risiko apabila seluruh kredit macet tersebut dihapus buku (write off). Untuk bank dengan kategori BUKU 4 misalnya, rata-rata rasio kecukupan modalnya yang di atas 21 persen dinilai masih mampu menghapus kredit macet yang rasionya sudah mencapai level 2,6 persen secara gross.

"Apalagi bank-bank yang sudah ditetapkan sebagai Bank Sistemik. Kalau bank yang sistemik bantalan permodalan besar sekali. Manajemen risikonya sudah menerapkan prinsip prudensial dan sumber pendanaan yang murah. Ini yang membuat bank sistemik bisa bertahan," jelasnya.  Kedepannya LPS optimistis penyaluran volume kredit yang lebih tinggi dapat terjadi di akhir tahun. Dengan demikian nantinya dalam kalkulasi perbankan, volume kredit yang bertambah tersebut bisa mengurangi rasio NPL.

"Ada optimismen karena adanya perubahan dari Bank Indonesia terkait suku bunga dan LTV yang membuat DP properti turun. Mudah-mudahan ini bisa memicu sedikit kredit perbankan," ujarnya. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memutuskan mengubah tingkat bunga penjaminan untuk simpanan dalam rupiah dan valuta asing (valas) di bank umum serta bank perkreditan rakyat (BPR).

Tingkat bunga penjaminan simpanan di bank umum untuk periode 15 September 2016 sampai dengan 15 Januari 2017 ditetapkan turun sebanyak 50 basis poin (bps) atau menjadi 6,25 persen untuk simpanan dalam bentuk rupiah, dan sebesar 75 bps untuk simpanan dalam bentuk valas. Sedangkan, bunga penjaminan untuk simpanan rupiah yang disimpan di BPR dipatok sebesar 8,75 persen.

Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah mengatakan, penetapan tingkat bunga penjaminan masih sejalan dengan perkembangan suku bunga simpanan perbankan dalam bentuk rupiah dan valas. Ia menyebut, suku bunga perbankan saat ini mengalami penurunan.

"Kami memandang ekonomi makro dalam keadaan stabil, dan kondisi likuiditas perbankan berada dalam posisi yang memadai. Likuiditas rupiah juga tetap terjaga dan diproyeksi tetap kuat, karena adanya amnesti pajak. Perbankan terlihat dapat melanjutkan tren penurunan suku bunga simpanan dan suku bunga pinjaman antarbank," ujar Halim dalam konferensi pers di kantornya, Selasa (13/9).

Selain itu, LPS mengimbau agar perbankan juga memperhatikan ketentuan tingkat bunga penjaminan simpanan dalam rangka penghimpunan dana serta kondisi likuiditas dalam waktu ke depannya.  Halim jugamengingatkan, bank harus memberitahukan kepada nasabah penyimpan mengenai tingkat bunga penjaminan simpanan yang berlaku dengan menempatkan informasi di tempat yang mudah diketahui oleh nasabah.

LPS menggunakan dua metodologi baru dalam menetapkan suku bunga penjaminan simpanan. Pertama, LPS mematok suku bunga berdasarkan pergerakan bunga bank-bank yang dianggap menjadi market leader. "Intinya kami mencari bank-bank mana yang menjadi penggerak bunga deposito di pasar. Kami mengamati, karena nanti akan ada bank-bank lain yang mengikuti," terang Halim.

Metodologi kedua, yaitu usai mengamati pergerakan suku bunga bank deposito dan simpanan yang mencerminkan kondisi pasar, LPS harus melakukan renormalisasi LPS rate mengikuti pergerakan suku bunga simpanan yang didominasi oleh bank-bank leader. "Proses yang lama mengakibatkan LPS rate sedikit tertinggal oleh bunga simpanan yang didominasi oleh bank-bank leader yang menentukan suku bunga simpanan. Kedua pergerakan itu harus dinormalisasi lagi, sehingga gerakannya mencerminkan volatilitas di pasar," imbuh dia.

Halim meyakinkan, dengan metode baru tersebut LPS rate yang baru mampu memperkuat proses transmisinya terhadap suku bunga simpanan di pasar. Ia menjamin, perubahan suku bunga penjaminan simpanan akan mudah mengalami penurunan.

No comments:

Post a Comment