Bank Indonesia (BI) berkeinginan menerbitkan lebih banyak instrumen moneter berbasis syariah seperti Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI), namun terganjal minimnya underlying atau dasar aset seperti Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).
Sebagaimana diketahui SBSN, atau yang lazim juga disebut Sukuk Negara, adalah surat berharga negara yang diterbitkan Kementerian Keuangan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap Aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing.
"Bagaimana kita bisa menerbitkan instrumen moneter kalau tidak ada underlying-nya? Kami memiliki keterbatasan, apa yang kami sebut SBSN," kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam acara BI, IILM, IFSB Joint High Level Seminar and Investor Forum di Jakarta Convention Center
SUVBI sendiri masih berdenominasi asing, sehingga belum ada instrumen moneter berbasis syariah yang menyediakan ruang investasi domestik, karena saat ini baru tersedia instrumen konvensional seperti Sekuritas Rupiah Bank Indonesia atau SRBI.
Karena itu, Perry menekankan, hal itu menjadi kesulitan BI saat ini untuk mencari basis atau underlying penerbitan sukuk dalam jumlah besar.
"Inilah yang menyebabkan kita kesulitan untuk memperkenalkan pasar uang. Tapi begitu ada, maka sebenarnya kita menciptakan likuiditas jangka pendek, sebagian kecil dari instrumen melalui digitalisasi. Semua orang, anak-anak muda di sana bisa membeli," ucap Perry.
Perry mengatakan, saat ini posisi instrumen SRBI, SVBI, dan SUVBI masing-masing tercatat baru mampu menyerap dana sebesar Rp 934,87 triliun, US$ 3,38 miliar, dan US$ 424 juta. Padahal, besarannya masih bisa lebih berkembang dengan digitalisasi.
"Jadi ketika kita bicara sukuk untuk pasar primer, tolong bicara juga sukuk sebagai underlying untuk pasar sekunder, underlying untuk instrumen likuiditas," tutur Perry.
No comments:
Post a Comment