Thursday, November 30, 2017

Jokowi Tolak Sebut Daya Beli Melemah

Masalah daya beli masyarakat Indonesia masih belum satu suara antara pemerintah, pengusaha hingga pengamat perekonomian. Dalam acara Pertemuan Tahunan Bank Indonesia di Jakarta Convention Center, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebutkan daya beli masyarakat Indonesia tidak melemah.

Pernyataannya ini dilandasi dengan data yang telah diterimanya. Di mana, penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang tumbuh 12,1%, sementara tahun lalu hanya sekitar 2%. Tingginya pertumbuhan PPN menandakan adanya peningkatan transaksi jual beli di tengah masyarakat.

"Kalau PPN tumbuh artinya ada transaksi, ada jual beli," kata Jokowi. Tidak hanya itu, Jokowi juga membantah daya beli orang RI tidak melemah bisa dilihat dari pertumbuhan konsumsi hotel dan restoran yang tumbuh hingga 5,87% dari sebelumnya 5,43%.

Sementara kalangan usaha menilai bahwa secara statistik memang menunjukan bahwa daya beli masyarakat turun di beberapa sektor, tapi meningkat di sektor lain. "Pasti dari statistik memang menunjukan tidak melemah, tapi di satu sisi mungkin ada sektor melemah ada sektor lain meningkat, jadi kalau dilihat secara keseluruhan tidak terjadi penurunan," kata Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan Roeslani.

Namun, Rosan membeberkan bahwa ada beberapa hal yang mungkin menyebabkan menurunnya daya beli masyarakat. Seperti pergeseran gaya hidup kaum milenial yang lebih senang berbelanja online dan liburan. "Ada yang bilang karena online, walaupun menurut saya tidak signifikan sangat kecil hanya di bawah 2%, kemudian shiftingorang lebih banyak ke liburan. Mungkin karena kaum milenial ini memang lebih milik experience dari pada barang-barang yang mahal, mereka bisa selfie bisa sharing, dari pada beli barang mahal," jelas dia.

Pengamat ekonomi dari Institute dor Economic and Development Finance (INDEF), Bhima Yudhistira mengatakan, peningkatan PPN disebabkan adanya perbaikan administrasi dan meningkatnya kepatuhan wajib pajak pasca tax amnesty. Dia menyebutkan, daya beli masyarakat Indonesia mangalami pelemahan. Hal itu terkonfirmasi dengan banyaknya perusahaan ritel yang menutup toko. Tidak hanya itu, penurunan daya beli bisa dilihat dari upah buruh tani yang terus tergerus inflasi.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan Nilai Tukar Petani (NTP) nasional di bulan Maret 2017 turun 0,38% dibandingkan bulan Februari, dari 100,33 menjadi 99,95. "Begitu juga dengan upah riil buruh bangunan dalam 3 tahun turun. Kesimpulannya upah nominal masyarakat kelas bawah tidak bisa mengikuti kenaikan harga kebutuhan pokok," kata Bhima.

Menurut Bhima, pelemahan daya beli terjadi di kelas bawah sebab untuk kelas menengah ke atas masih memiliki uang namun lebih memilih untuk menyimpan uangnya di bank. Dana pihak ketiga (DPK) di perbankan naik dari Rp 4.836,8 triliun di 2016 menjadi Rp 5.142,9 triliun pada September 2017. "Masyarakat menengah atas cenderung menyimpan uang di bank. Mungkin itu yang dimaksud Pak Jokowi. Sebaiknya membagi daya beli berdasarkan pengeluaran masyarakat, jadi tidak dipukul rata," tambah dia.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) meyakini daya beli masyarakat masih kuat. Dia memandang isu pelemahan daya beli hanya karena kalangan dunia usaha yang terlalu pesimis. Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Rosan Roeslani menyambut baik pernyataan tersebut. Menurutnya selaku pelaku dunia usaha memang sudah sepatutnya selalu optimistis.

"Memang kita sebagai pengusaha harus optimis. Ya namanya ekonomi bisnis up and down pasti biasa," tuturnya. Meski begitu, Rosan tetap merasa ada perlambatan pertumbuhan daya beli di masyarakat. Dia memandang kemungkinan Jokowi melihat secara general, sebab jika dilihat berdasarkan per sektor cukup terasa perlambatannya.

"Pasti dari statistik memang menunjukan tidak melemah, tapi di satu sisi mungkin ada sektor melemah ada sektor lain meningkat. Jadi kalau dilihat secara keseluruhan tidak tidak terjadi penurunan," terangnya. Selaku Ketua Umum Kadin, Rosan mengaku mendapatkan laporan dari berbagai asosiasi usaha seperti ritel yang melaporkan adanya gangguan dalam pertumbuhan bisnisnya.

"Kita melihatnya banyak dari yang kasat matanya, dari ritel, dari teman-teman asosiasi. Seperti asosiasi mal menyampaikan banyak (tenant) yang tutup, karena penjualan turun dan juga laporan dari Indomaret dan Alfamart. Mereka bukan stagnan, pertumbuhannya menurun, jadi tumbuh tapi tidak sebesar tahun lalu," tambahnya.

Sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat bingung dengan penilaian banyak pihak yang menyebutkan daya beli masyarakat Indonesia melemah. Secara tegas, Jokowi memastikan itu tidak benar. Pernyataan Jokowi dilandasi oleh penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang tumbuh 12,1%, sementara tahun lalu hanya 2%. Tingginya pertumbuhan PPN, berarti ada peningkatan transaksi jual beli di tengah masyarakat.

Data pendukung lainnya adalah sektor pariwisata. Turis asing masuk ke Indonesia mencapai 10,46 juta orang atau naik 25%. Sementara di negara lain hanya sekitar 5%. "Momentum ini harusnya memberikan optimistis. Jangan pesimis. Ini kalangan dunia usaha juga kayaknya, jangan senang yang pesimis-pesimis," papar Jokowi. Jokowi juga menyampaikan kondisi ekspor, dari Januari sampai September 2017 mencapai US$ 123,36 miliar atau naik 17,36%

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat bingung dengan penilaian banyak pihak yang menyebutkan daya beli masyarakat Indonesia melemah. Secara tegas, Jokowi memastikan itu tidak benar. "Kalau ada yang sampaikan daya beli kita melemah, konsumsi kita melemah angka yang saya peroleh tidak," tegas Jokowi, dalam acara Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (BI) di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Selasa (28/11/2017).

Pernyataan Jokowi dilandasi oleh penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang tumbuh 12,1%, sementara tahun lalu hanya 2%. Tingginya pertumbuhan PPN, berarti ada peningkatan transaksi jual beli di tengah masyarakat. "Kalau PPN tumbuh artinya ada transaksi, ada jual beli," imbuhnya.

Data pendukung lainnya adalah sektor pariwisata. Turis asing masuk ke Indonesia mencapai 10,46 juta orang atau naik 25%. Sementara di negara lain hanya sekitar 5%. "Momentum ini harusnya memberikan optimistis. Jangan pesimis. Ini kalangan dunia usaha juga kayaknya, jangan senang yang pesimis-pesimis," papar Jokowi. Jokowi juga menyampaikan kondisi ekspor, dari Januari sampai September 2017 mencapai US$ 123,36 miliar atau naik 17,36%.

"Ini rekor baru, bahkan lebih tinggi dibandingkan saat booming commodity lalu. Ini kalau terus dijaga, saya kira akan berada pada track yang betul sangat baik untuk perekonomian," pungkasnya

No comments:

Post a Comment