Abdul Syukur, Ketua Apindo Karawang menyatakan upah buruh di Karawang terlampau tinggi. Hal itu, menurut dia, tidak realistis karena biaya hidup di Karawang tidak semahal di Jakarta.
"Jika dibandingkan dengan daerah sekitar, upah buruh di Karawang sudah sangat terlalu tinggi. Misalnya Jakarta yang 2018 sepakat di Rp 3,6 juta. Namun Karawang tahun 2017 saja sudah Rp 3,6 juta. Padahal biaya hidup di Jakarta lebih tinggi dibandingkan dengan Karawang," ujar Syukur, saat dihubungi detikFinance, Kamis (2/11/2017).
Dengan demikian, menurut Syukur, upah buruh di Karawang tidak perlu naik. Selain merugikan perusahaan, kenaikan upah itu merugikan kalangan buruh. "Upah yang terlalu tinggi, malah bisa merugikan semua pihak. Baik pengusaha atau buruh. Pengusahanya bangkrut, buruhnya di-PHK," ungkap dia.
"Di Karawang ini sudah ada 15 ribuan buruh kena PHK. Itu gara-gara perusahaan nggak sanggup bayar gaji. Kalau begini terus semuanya rugi. Perekonomian sekitar juga terganggu," kata dia. Syukur mencontohkan beberapa perusahaan yang gulung tikar akibat kelimpungan membayar gaji. "Seperti PT Hansai sudah tutup, PT DSI keluar dari Karawang. Lalu ada PT Royal, PT Toyoter, PT Indorama mereka semua tutup. Semua rugi," kata dia.
Untuk mencegah depresi yang makin buruk, Syukur berharap pemerintah harus berdialog dengan pihak terkait untuk menentukan besaran upah di Karawang tahun depan. "Harus ada kesepahaman untuk menjaga keseimbangan tenaga kerja dan perusahaan," tutur dia. Ia berpendapat, kenaikan upah yang ditentukan pemerintah tidak harus ditaati oleh perusahaan yang lemah. Menurut dia, sebaiknya kenaikan upah itu hanya berlaku untuk perusahaan mapan.
"Pemerintah juga harus menemukan solusi yang tepat bagi perusahaan yang tidak mampu membayar upah tinggi," ucapnya. Dengan nilai mencapai Rp 3,6 juta, upah buruh di Kabupaten Karawang menjadi salah satu yang paling tinggi di Indonesia. Nilai itu kemungkinan bakal kembali naik jika Karawang mengikuti arahan Menakertrans untuk menaikkan upah buruh sebesar 8,71%.
Ahmad Suroto, Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Karawang menyatakan tidak bisa menolak kenaikan upah buruh setiap tahun.
"Itu tidak akan bisa ditolak. Kita tetap mengikuti arahan Menaker menaikkan upah sebesar 8,71%," ujar Suroto saat dihubungi detik, Kamis (2/11/2017). Namun rupanya, kenaikan upah setiap tahun, menurut Suroto membuat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di Karawang kian marak.
"Terutama di sektor padat karya. Pengusaha kelimpungan membayar upah buruh," ungkap Suroto. Suroto mengungkapkan, hingga September 2017, 12.000 buruh di Karawang kena PHK lantaran berbagai alasan. "Ada yang bangkrut, ada yang pindah ke daerah lain dengan upah lebih rendah," tuturnya.
Menurut Suroto, tren kurang baik itu terjadi pada industri tekstil, sandang dan kulit (TSK) yang membutuhkan banyak tenaga manusia. Perusahaan walau bagaimanapun akan terus keberatan, terutama yang bergerak di sektor TSK," kata dia.
Bahkan, kata Suroto, sudah ada 6 perusahaan yang hengkang dari Karawang ke daerah lain. Perusahaan itu adalah PT. Metro Kinkin, PT Royal Industri, PT DSI, PT Hansay dan PT Mondales.
"Ada yang ke Garut, Majalengka dan wilayah Jateng," ungkap
No comments:
Post a Comment