Saturday, May 8, 2010

Bank Tidak Punya Gambaran Jelas Mengenai Resiko Pembiayaan

Persepsi risiko bank terhadap sejumlah sektor ekonomi dinilai lebih tinggi dari risiko yang sebenarnya. Itu terjadi karena perbankan tidak memiliki informasi yang akurat dan analisis yang memadai terhadap sektor bersangkutan.

Pjs Gubernur Bank Indonesia (BI) Darmin Nasution di sela workshop pembiayaan industri keramik, Kamis (6/5) di Jakarta, menjelaskan, banyak sektor industri yang sebenarnya memiliki risiko rendah, tetapi dinilai memiliki risiko tinggi oleh perbankan. Akibatnya, sektor tersebut mendapat bunga kredit yang tinggi sehingga permintaan kredit menjadi minim.

Karena itu, Darmin akan mendorong pembentukan kelompok kerja bersama antara BI, perbankan, Kementerian Perindustrian, dan dunia usaha untuk menghitung risiko yang tepat untuk tiap sektor ekonomi. Selanjutnya, ia juga akan mengambil langkah untuk menurunkan risiko tersebut sehingga suku bunga menjadi lebih rendah.

Ketua Umum Perhimpunan Bank Milik Negara Agus Martowardojo mengatakan, risiko sektor riil akan turun jika persoalan infrastruktur dapat diselesaikan.

Sementara itu, Direktur Utama Bukopin Glen Glenardi mengatakan, salah satu fokus Bukopin ke depan adalah pembiayaan sektor mikro. Selain berisiko rendah, sektor mikro juga menawarkan margin keuntungan tinggi.

Bukopin, kata Glen, telah membangun 88 unit mikro. ”Tahun ini pembiayaan ke sektor mikro ditargetkan sebesar Rp 1 triliun,” kata Glen.

Direktur Bukopin Tri Joko Prihanto menambahkan, kredit Bukopin hingga akhir triwulan I-2010 mencapai Rp 24,608 triliun, sementara laba bersih tercatat Rp 113,95 miliar. Tahun 2010, kredit ditargetkan tumbuh 15-20 persen.

Direktur BNI Achmad Baiquni mengatakan, dengan inovasi skim pembiayaan yang tepat, risiko juga bisa diturunkan. ”Contohnya, kami memberikan kredit pembelian alat berat kepada pelanggan yang telah direkomendasikan United Tractors selaku produsen alat berat,” kata Baiquni.

No comments:

Post a Comment