Friday, May 14, 2010

Jumlah Pekerja Anak Di Indonesia Berkurang

Organisasi Buruh Internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa atau ILO mengapresiasi upaya Pemerintah Indonesia menangani masalah pekerja anak. Pemerintah Indonesia diharapkan dapat membagi pengalaman tersebut ke negara lain dalam Konferensi Perburuhan Internasional Ke-99 yang diselenggarakan ILO di Geneva, Swiss, Juni.

Hal ini mencuat dalam rapat koordinasi delegasi Indonesia dan David Lammotte dari ILO Geneva, Jumat (14/5) di Jakarta. Delegasi Indonesia terdiri dari unsur tripartit, yakni Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, perwakilan pengusaha, dan serikat buruh.

Jumlah pekerja anak di Indonesia terus menurun dari waktu ke waktu. Berdasarkan survei Badan Pusat Statistik (BPS), tahun 2004, pekerja anak berjumlah 2,9 juta orang. Tiga tahun kemudian, jumlahnya turun menjadi sekitar 1 juta orang. Namun, tahun 2009 jumlahnya naik lagi menjadi 1,75 juta orang.

”Kami masih memiliki agenda (lain), yaitu rencana sidang tahunan menjadikan domestic workers sebagai agenda utama Konferensi Ketenagakerjaan Internasional (ILC) tahun ini. Indonesia sendiri sedang menyiapkan RUU PRT yang sekarang mulai dibahas di DPR,” kata Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar di Jakarta.

Rancangan Undang-Undang tentang Pekerja Rumah Tangga sampai kini masih menjadi perdebatan di dalam negeri. Banyak kalangan khawatir regulasi itu malah bertentangan dengan budaya sebagian besar masyarakat.

Misalnya tradisi ngenger di Jawa, yaitu menetap di rumah saudara yang lebih mampu secara ekonomi untuk disekolahkan sambil membantu pekerjaan rumah.

Sementara kalangan aktivis mendesak agar pemerintah segera meloloskan regulasi tersebut demi melindungi sedikitnya 6 juta TKI di luar negeri. Hampir 80 persen TKI bekerja sebagai pekerja rumah tangga sehingga regulasi tersebut diharapkan dapat memperkuat posisi tawar Indonesia di negara penempatan.

”Yang utama (dalam penyiapan RUU PRT) adalah uji publik dan sosialisasi harus berjalan maksimal. Kedua belah pihak perlu menyampaikan kepada masyarakat agar bisa mendapatkan masukan sebelum RUU dibahas di DPR,” ujar Muhaimin.

Secara terpisah, sejumlah aktivis, akademisi, dan profesional mendeklarasikan Relawan Kemanusiaan untuk Buruh Migran (Rekanbumi) yang bertujuan membantu TKI Bermasalah.

”Kami ingin fokus menangani aspek kemanusiaannya. Misalnya, TKI yang sakit atau meninggal, bagaimana mengurus pemulangan dan membawanya ke rumah sakit atau memberikan bantuan kepada keluarganya,” ujar Aan Rusdianto, Koordinator Rekanbumi.

Migrant Care mencatat, lebih dari 1.700 buruh migran meninggal di Malaysia sepanjang tahun 2009. Angka ini termasuk tinggi dan mendapat perhatian banyak pihak, antara lain karena penanganannya yang lamban.

”Kami akan bekerja sama dengan berbagai profesi seperti dokter dan rumah sakit untuk penanganan TKI yang sakit dan PMI untuk penanganan TKI yang meninggal,” ujar Aan.

Deklarasi Rekanbumi di Gedung Juang 45, antara lain, dihadiri Ketua Komisi IX DPR Ribka Tjiptaning dan Pelaksana Tugas Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja Abdul Malik Harahap.

No comments:

Post a Comment