Pemerintah telah selesai merumuskan sejumlah opsi kenaikan tarif dasar listrik atau TDL. Dalam beberapa opsi itu, rata-rata persentase kenaikan TDL untuk pelanggan listrik ditargetkan sekitar 12 persen yang disesuaikan dengan kemampuan bayar tiap golongan pelanggan.
”Kami telah selesai membuat enam opsi kenaikan tarif dasar listrik. Hasil kajian ini akan dibahas dan diputuskan bersama dengan DPR,” kata Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral J Purwono, Kamis (6/5) di Jakarta.
Menurut perhitungan subsidi listrik pada RAPBN Perubahan 2010, biaya pokok penyediaan (BPP) tenaga listrik Rp 144,35 triliun. Adapun tingkat pendapatan yang dibutuhkan PLN (BPP ditambah 8 persen margin usaha) Rp 155,90 triliun. Sementara pendapatan penjualan tenaga listrik Rp 95,8 triliun.
Oleh karena itu, kebutuhan subsidi listrik tahun 2010 Rp 60 triliun. Akan tetapi, alokasi subsidi oleh pemerintah dalam APBN Perubahan 2010 sebesar Rp 55,15 triliun, masih kurang Rp 4,85 triliun. ”Kekurangan dana ini ditutup pelanggan mampu lewat kenaikan TDL rata-rata 12 persen,” kata Purwono.
Setelah dikaji intensif, pemerintah selesai merumuskan enam opsi kenaikan TDL. Salah satunya, opsi TDL bagi golongan 900 volt ampere (VA) ke bawah tidak naik. Jadi, biaya untuk mengatasi kekurangan subsidi dipikul pelanggan lain. Opsi lain, TDL pelanggan 900 VA ke bawah naik, tetapi hanya 5 persen agar besaran kenaikan TDL untuk pelanggan lain tidak terlalu besar.
Selain itu, ada opsi tarif listrik golongan pelanggan 6.600 VA ke atas tidak naik. Oleh karena, tarif keekonomian sudah diterapkan bagi pelanggan rumah tangga, bisnis, dan publik dengan daya 6.600 VA ke atas yang pemakaian listriknya melebihi 50 persen dari rata-rata konsumsi nasional. Alternatif lain, tarif keekonomian untuk kelompok pelanggan 6.600 VA ke atas yang pemakaian listriknya melebihi 30 persen rata-rata konsumsi nasional.
Terkait hal itu, 29 asosiasi industri nasional menolak rencana kenaikan TDL 10-15 persen pada Juli 2010. Kenaikan TDL tidak hanya menaikkan biaya produksi, juga berdampak pada daya saing di pasar domestik dan global.
Pengamat kelistrikan Fabby Tumiwa menilai, dampak kenaikan TDL akan bervariasi untuk setiap jenis usaha atau industri. Kenaikan TDL adalah kebijakan pahit yang harus diambil agar subsidi tidak bertambah dan kian membebani keuangan negara.
Oleh karena itu, industri justru harus melihat kebijakan ini sebagai peluang menambah daya saing dengan produk negara lain lewat efisiensi listrik.
Dari data penerima subsidi listrik terbesar 2009, golongan industri 200 kVA ke atas mendapat subsidi terbesar kedua, yaitu Rp 10,92 triliun. Penerima terbesar adalah pelanggan rumah tangga 450 VA yang mencapai Rp 13,13 triliun. ”TDL golongan industri di atas 200 kVA saat ini 76 persen dari BPP listrik,” ujarnya.
Survei konsorsium enam perguruan tinggi tahun 2010 terkait kemampuan bayar pelanggan PLN golongan rumah tangga menunjukkan, kemampuan bayar pelanggan 450 VA Rp 732 per kWh, pelanggan 900 VA Rp 932 per kWh, pelanggan 1.300 VA Rp 893 per kWh, pelanggan 2.200 VA Rp 1.090 per kWh. ”Jadi, kemampuan bayar pelanggan di atas TDL pelanggan rumah tangga saat ini Rp 585 per kWh,” paparnya.
No comments:
Post a Comment