Tingkat pengangguran terbuka pada Februari 2010 mencapai 7,41 persen dari jumlah angkatan kerja atau 8,59 juta orang. Ini menurun dibanding pengangguran terbuka pada Agustus 2009 yang mencapai 7,87 persen terhadap jumlah angkatan kerja atau 8,96 juta orang.
Penurunan ini terjadi karena ada penyerapan di sektor pertanian saat panen raya antara Januari-Maret 2010.
”Tingkat pengangguran terbuka ini juga turun dibandingkan pengangguran pada Februari 2009, yakni 8,14 persen terhadap jumlah angkatan kerja (yang saat ini mencapai 116 juta orang) atau 9,26 juta orang. Penurunan tingkat pengangguran itu merefleksikan pada perekonomian yang membaik pada triwulan I-2010,” ujar Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Rusman Heriawan di Jakarta, Senin (10/5).
Catatan ketenagakerjaan pada Februari 2010 ini memperlihatkan kondisi yang tidak lazim pada sektor pertanian dan transportasi. Di sektor pertanian, ada mutasi pekerja pertanian sekitar 200.000 orang dalam setahun terakhir dan di sektor transportasi sebanyak 130.000 orang.
Mutasi pekerja pertanian ini menunjukkan sektor pertanian masih sangat labil dalam hal menyedot tenaga kerja, terutama tenaga kerja muda.
Pekerja di sektor pertanian akan segera beralih jika mendapat pekerjaan yang lebih menarik meskipun pekerjaan barunya itu hanya buruh bangunan.
”Adapun di sektor transportasi, terjadi pergeseran karena banyak tukang ojek yang beralih pekerjaan akibat rendahnya harga motor. Masyarakat memilih membeli motor daripada tergantung pada ojek,” ujarnya.
Dengan pertumbuhan ekonomi 5,7 persen pada triwulan I-2010, setiap 1 persen pertumbuhan ekonomi bisa menyedot 500.000 angkatan kerja.
Meski demikian, BPS menilai daya serap ekonomi yang ideal adalah 400.000 angkatan kerja pada setiap persen pertumbuhan ekonomi.
”Jika 1 persen menyerap 500.000 orang, kami khawatir terhitung juga perkembangan sektor informal, sedangkan dengan 400.000 orang itu berarti sektor formal akan lebih maksimal. Dengan penyerapan 400.000 orang, butuh 10 tahun untuk menutup seluruh pengangguran saat ini (8,59 juta orang). Itu pun dengan asumsi ekonomi tumbuh rata-rata 7 persen. Meskipun, tidak mungkin pengangguran itu nol persen,” ungkap Rusman.
Kepala Ekonom Danareksa Research Institute Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, elastisitas 500.000 angkatan kerja yang terserap per 1 persen pertumbuhan sudah terlalu tinggi. Butuh pertumbuhan ekonomi minimal 6,7 persen per tahun untuk menutup seluruh pengangguran.
”Dengan pertumbuhan ekonomi yang ada saat ini saja kita masih melihat banyak sekali yang perlu diperbaiki untuk memakmurkan masyarakat secara menyeluruh,” ungkapnya.
Ekonom Dradjad H Wibowo mengatakan, kondisi ideal yang perlu dikejar adalah turunnya tingkat pengangguran terbuka pada interval 3-5 persen terhadap angkatan kerja 116 juta orang. Sebab, tidak mungkin mencapai level tingkat pengangguran yang nol persen.
”Kalau Indonesia bisa lolos dari efek Yunani dan dapat mendorong pertumbuhan yang berbasis sektor padat karya, saya rasa kurang dari lima tahun ke depan, Indonesia dapat mencapai di bawah 5 persen,” ujar Dradjad.
Sementara itu, ekonom Prastyantoko mengatakan, sulit menekan pengangguran karena kualitas pertumbuhan ekonomi yang kurang bagus, yakni setiap 1 persen pertumbuhan hanya mampu menyerap maksimal 250.000 angkatan kerja. Di saat yang sama, sektor yang mampu menyerap tenaga kerja justru semakin menyusut jumlahnya.
”Perekonomian Indonesia masih labil terhadap kondisi eksternal, terutama oleh harga minyak. Belum lagi kalau dunia terseret kasus Yunani, akan ada capital outflow,” ungkapnya
No comments:
Post a Comment