Target ekspor sepatu dan alas kaki tahun 2010 sebesar 2 miliar dollar AS sulit untuk dicapai. Butuh dukungan pemerintah. Melorotnya nilai ekspor tahun 2009 hendaknya menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan peningkatan daya saing.
Ketua Umum Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Eddy Widjanarko dalam Gelar Sepatu, Kulit, dan Produk Kulit di Jakarta, Kamis (6/5), mengatakan, tahun 2009 nilai ekspor sepatu dan alas kaki melorot hanya 1,7 miliar dollar AS. Tahun 2008, nilai ekspor mencapai 1,8 miliar dollar AS. Selain akibat krisis finansial, tahun 2009 industri sepatu dan alas kaki dihambat oleh pasokan listrik.
Menurut Eddy, pemadaman listrik bisa 12-20 persen dari 26 hari kerja. Industri juga dibebankan pengenaan sistem daya maksimum dan beban puncak.
Selain itu, industri sepatu berskala ekspor juga dihambat oleh fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Pelaku industri harus renegosiasi dengan prinsipal industri sepatu yang
Eddy juga menyebutkan, pasokan bahan baku kulit impor mengalami hambatan dari pihak Bea dan Cukai. ”Padahal, kita sedang bersaing menghadapi ACFTA. Pada Januari 2010 sebetulnya nilai ekspor sepatu sudah 200 juta dollar AS, atau naik 25 persen dibandingkan dengan ekspor pada periode yang sama. Kalau bisa bertahan, artinya kita bisa mencapai target, bahkan bisa mencapai 2,4 miliar dollar AS,” ujar Eddy.
Hambatan terkini yang mengancam daya saing adalah rencana kenaikan tarif dasar listrik atau TDL sebesar 10 persen. Menurut Eddy, kenaikan TDL dikhawatirkan akan mengganggu iklim investasi. Padahal, prinsipal asing, seperti New Ballance dan Pay Less (Amerika), Adidas (Jerman), serta Mizuno dan Asics (Jepang), sudah siap berinvestasi di Indonesia.
Ia menjelaskan, investasi masing-masing mencapai 5 juta dollar AS dan modal kerja sekitar 900 juta dollar AS. Hanya investasi baru inilah yang akan menjadi kekuatan mengejar target ekspor 2 miliar dollar AS.
Menteri Perindustrian MS Hidayat menegaskan, saat industri ingin meningkatkan daya saing menghadapi ACFTA, industri menghadapi kenaikan harga gas dan rencana kenaikan TDL.
”Ini seolah-olah kita kontradiktif. Sebagai Menteri, saya akan mengupayakan agar kebijakan sistem pembebanan biaya listrik atas industri diubah. Bukan lagi menggunakan daya maksimum dan beban puncak, tetapi cukup dikategorikan antara tarif pada siang dan malam serta perbedaan tarif dengan kategori usaha kecil menengah (UKM) dan industri besar,” kata Hidayat.
Menperin menyebutkan, kondisi ekonomi nasional yang membaik ini mendorong relokasi industri alas kaki dan kulit ke Indonesia sehingga omzet penjualan Rp 4,6 triliun pada kuartal pertama tahun 2010. Naik 10 persen dibandingkan dengan kuartal keempat tahun 2009.
Tahun 2014, ekspor alas kaki diperkirakan 3 miliar dollar AS. Tren perkembangan yang positif ini diupayakan pemerintah melalui kebijakan modernisasi permesinan. Tahun ini dana yang dialokasikan pemerintah untuk program restrukturisasi mesin ini Rp 34,25 miliar
No comments:
Post a Comment