”Kalau memang memiliki niat tinggi untuk membangun daerahnya, ajukan saja (proposal pinjaman) ke Pusat Investasi Pemerintah (PIP). Namun, harap diingat, ini bukan dana gratis, melainkan pinjaman yang harus dikembalikan. Seluruh pemangku kepentingan di daerah, baik DPRD, Muspida, maupun masyarakat harus sepakat bahwa ada alokasi dana yang perlu ditetapkan dalam APBD, yakni cicilan pokok dan pinjaman,” ungkap Kepala PIP Kementerian Keuangan Soritaon Siregar di Kendari, Sulawesi Tenggara, Sabtu (29/1).
Menurut Soritaon, contoh kesepakatan pinjaman yang dilakukan sangat cepat dan baru pertama kali dilakukan dalam jumlah besar adalah perjanjian kredit antara PIP dan pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara senilai Rp 190 miliar. Dananya akan digunakan untuk membangun rumah sakit modern bernama Hospital Garden di Kendari.
Pembicaraan awal untuk perjanjian ini hanya berlangsung 20 menit antara Gubernur Sultra Nur Alam dan Soritaon. Lalu ditindaklanjuti dengan paparan Pemerintah Provinsi Sultra seminggu kemudian. Dan, dua minggu setelah itu sudah memasuki persiapan perjanjian, termasuk kunjungan lapangan PIP ke lokasi proyek rumah sakit yang akan dibiayai.
Suku bunga 8,5 persen
Pinjaman diputuskan dengan bunga 8,5 persen atau setara suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) plus 2 persen. Lebih murah dibanding bunga pinjaman yang awalnya ditetapkan 9 persen.
”Silakan cek pada pelaku usaha, tidak ada suku bunga kredit semurah ini. Dibuat dengan prosedur yang cepat,” kata Soritaon.
Gubernur Sultra Nur Alam mengatakan, dari total kebutuhan dana pembangunan rumah sakit sebesar Rp 350 miliar, kini masih membutuhkan dana Rp 240 miliar. Jumlah itu tidak mungkin ditutup dari APBD karena membutuhkan waktu tujuh tahun untuk menutupnya.
Padahal, setiap tahunnya harga bahan bangunan dan alat rumah sakit minimal naik 20 persen. Bahkan, ada naik sampai 200 persen per tahun. Belum lagi risiko politik yang mungkin timbul dari pemimpin daerah yang enggan meneruskan proyek tersebut.
”Secara bisnis, membangun rumah sakit tujuh tahun dari sekarang sama sekali tidak masuk akal. Padahal, pengerjaan proyeknya sendiri bisa diselesaikan dalam masa dua tahun. Atas dasar itulah, Pemerintah Provinsi Sultra meminta pinjaman ke PIP,” kata Nur Alam.
Pemerintah Provinsi telah membebaskan lahan 17 hektar untuk membangun rumah sakit itu. Rencananya, rumah sakit ini sanggup menampung 500 pasien sekaligus, 70 di antaranya adalah pasien VIP, lima kamar super VIP, dan 52 layanan dengan perhatian khusus (ICU).
Dengan 12 spesialisasi dan satu spesialisasi yang belum ada di wilayah Indonesia timur, rumah sakit ini diharapkan akan menjadi tujuan utama pengobatan pasien dari Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, dan provinsi-provinsi di Sulawesi. Mereka membangun juga gedung administrasi yang digunakan sebagai gedung pertemuan dengan lobi yang luas.
”Gedung ini akan menghilangkan citra rumah sakit yang dikonotasikan bau obat dan menyeramkan,” kata Gubernur.
Direktur Rumah Sakit Umum Sultra dr Nurjayadin menyebutkan, dana pinjaman dari PIP itu digunakan membangun fasilitas inti rumah sakit yang menjadi sumber penghasilan utamanya, antara lain instalasi bedah, CTscan, laboratorium, jantung, dan radiologi. Rumah sakit itu diperkirakan akan mencapai pengembalian investasi dalam tujuh tahun.
”Kami memperbanyak ruang VIP karena di rumah sakit lama hanya 17 kamar. Banyak pasien yang pindah perawatan ke Makassar (Sulawesi Selatan). Kami akan kejar agar pada awal 2012, rumah sakit ini sudah dioperasikan,” katanya.