Sejak antipraktik ijon diproklamasikan Kementerian Keuangan ketika itu juga realisasi penerimaan pajak sangat sulit memenuhi target yang ditetapkan APBN atau APBN Perubahan. Jauh sebelum kasus Gayus Halomoan Tambunan muncul, kecenderungan target yang tidak tercapai itu sudah mulai menggejala. Bayangkan, setelah kasus Gayus muncul, ada hambatan psikologis dari setiap pembayar pajak untuk merasa ikhlas melaksanakan kewajiban pajaknya.
Lihat saja kajian Sustainable Development Indonesia (SDI) yang menunjukkan, pada periode 2006-2009, realisasi pendapatan pajak dalam negeri yang ditangani Ditjen Pajak mengalami shortfall (realisasi lebih rendah dari targetnya). Shortfall kumulatifnya mencapai Rp 123 triliun selama empat tahun, atau rata-rata Rp 31 triliun per tahun.
Dirjen Pajak yang baru, Fuad Rahmani, memiliki pekerjaan berat dalam memenuhi target pajak yang semakin tinggi itu. Keberanian memang menjadi pangkal kesuksesan Dirjen Pajak sebab wajib pajak besar yang dihadapi memiliki kapasitas luar bisa untuk ”melawan”.
Mereka memiliki tameng hukum dan dana yang kuat untuk mempertahankan diri dan terbebas dari kewajiban pajaknya. Lihat saja, sejak Januari 2010 hingga September 2010, jumlah kasus pajak yang masuk dalam proses peninjauan kembali di Mahkamah Agung meningkat dibandingkan jumlah kasus sepanjang tahun 2008 dan 2009.
Sepanjang Januari-September 2010 sudah ada 617 kasus peninjauan kembali kasus pajak, padahal tahun 2009 hanya 255 kasus dan pada 2008 sebanyak 114 kasus. Meskipun demikian, fakta tersebut jangan sampai membuat Ditjen Pajak mengalihkan penagihan pajak pada wajib pajak yang lemah.
Jika itu yang dilakukan, Ditjen Pajak sudah memasuki golongan lembaga negara yang keterlaluan. Pengenaan pajak yang taat asas dan berkeadilan adalah mimpi kita semua.
Kebijakan Kementerian Keuangan yang hanya mengandalkan sumber penerimaan pajak dari obyek-obyek pajak terdekat dengan lingkungan pemerintah bukan merupakan solusi utama.
Pemerintah seperti kembali ke masa ijon dulu, yakni berburu di kebun binatang. Sebaiknya pemerintah khususnya Ditjen Pajak mulai keluar dari zona nyaman, tidak hanya membidik wajib pajak yang kecil-kecil, tetapi mulai melirik potensi-potensi penerimaan pajak dari sumber-sumber besar, pengusaha besar atau pihak lain yang menikmati kue ekonomi lebih tinggi dibandingkan rata-rata warga negara Indonesia lainnya.
Memang tidak mudah menarik pajak dari wajib pajak besar. Itu sudah pernah diakui Sri Mulyani Indrawati ketika masih menjabat menteri keuangan. Akan tetapi, kesulitan itu bukan berarti harus dihindari. Kinerja Dirjen Pajak yang baru, antara lain diukur keberhasilan dan kegagalannya dalam mencapai target penerimaan pajak tahun 2011 sebesar Rp 787,5 triliun.
Tidak mudah memang mengumpulkan penerimaan negara sebesar itu. Apalagi jika ke depan, kasus-kasus kecurangan pajak lainnya mulai terungkap satu per satu, tentunya tidak mudah menegakkan kepercayaan publik dengan cepat.
No comments:
Post a Comment