Peraturan Menteri Keuangan Nomor 241 Tahun 2010, yang diterbitkan 22 Desember 2010, menetapkan tarif bea masuk beras 0 persen persen hingga 31 Maret 2011 untuk berbagai jenis beras. Bea masuk Rp 450 per kilogram akan dibebankan sejak 1 April 2011.
Menanggapi ketentuan itu, Guru Besar Sosial Ekonomi Industri Pertanian Universitas Gadjah Mada M Maksum, Rabu (19/1), saat dihubungi di Yogyakarta, mengatakan, mengacu pernyataan Presiden, seharusnya segala kebijakan pangan mengarah pada kemandirian.
”Kalau menyimpang, itu sudah menyalahi asas dasarnya,” kata Maksum.
Kebijakan pangan, kata Maksum, seharusnya mendorong insentif bagi petani untuk berproduksi. Oleh karena itu, saat harga pangan global naik, Indonesia harus menyesuaikan.
Anggota Komisi XI DPR, Arif Budimanta, juga mempertanyakan alasan pembebasan bea masuk impor beras. Menurut Arif, kebijakan itu tak ada kaitannya dengan stabilisasi harga, stok nasional, dan pembagian beras untuk rakyat miskin (raskin).
”Beras wangi dan beras ketan, yang juga dibebaskan bea masuk impornya, tidak masuk bagian beras untuk masyarakat miskin. Pemerintah beda perkataan, beda perbuatan,” ujar Arif.
Menurut Wakil Menteri Pertanian Bayu Krisnamurthi, seusai Rapat Koordinasi tentang Ketahanan Pangan yang dipimpin Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, ada sekitar 35 pos tarif yang diusulkan untuk diturunkan bea masuknya.
”Semuanya adalah komoditas pangan,” kata Bayu.
Komoditas yang diturunkan bea masuknya, antara lain, adalah pupuk, gandum, dan bahan baku pakan ternak. Alasannya, Indonesia belum mampu memproduksi komoditas itu sesuai kebutuhan. Besaran penurunannya belum dirinci. ”Bisa saja diturunkan hingga 0 persen,” ujar Bayu.
Menurut Hatta, penetapan tarif bea masuk akan dilakukan dalam rapat pleno tim tarif. Rapat akan dilakukan hari ini, Kamis (20/1). ”Pokoknya semua yang berkaitan dengan pangan. Intinya kami tetap memberikan perlindungan kepada masyarakat,” kata Menko Perekonomian.
Potensi kerugian besar
Sementara itu, Direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk Franciscus Welirang menyatakan, potensi kerugian industri tepung terigu akibat pengenaan bea masuk impor bahan baku gandum sangat besar.
Ia menjelaskan, setiap bulan, impor gandum yang dibutuhkan 14 industri besar mencapai 400.000 ton.
”Apabila nilai impornya 350 dollar AS per ton, kemudian pemerintah memberlakukan bea masuk 5 persen, potensi kerugiannya bisa mencapai 7 juta dollar AS, atau sekitar Rp 70 miliar per bulan,” kata Franciscus.
Ketentuan bea masuk impor yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan No 241/2010, menurut Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Kebijakan Publik, Perpajakan, dan Kepabeanan Hariyadi Sukamdani, membuat sejumlah asosiasi industri menyampaikan keluhan kepada Kadin.
Industri elektronik, misalnya, harus mengeluarkan biaya ekstra untuk impor sekitar Rp 1 miliar per hari.
Di sisi lain, para pedagang beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, memprotes kebijakan Kementerian Pertanian yang memberi izin impor beras ketan tambahan 40.000 ton hanya untuk pedagang tertentu.
Menanggapi ini, Bayu hanya mengatakan, ”Ini mungkin karena perbedaan HS (pos tarif).”
No comments:
Post a Comment