Friday, January 28, 2011

Mobil Plat Hitam Diberi Dua Opsi Yaitu Memakai BBM Non Subsidi atau Gas Cair

Ada dua opsi yang bisa diambil pengguna mobil pribadi saat pemerintah menerapkan pembatasan konsumsi bahan bakar minyak bersubsidi pada bulan April. Opsi tersebut adalah menggunakan bahan bakar minyak nonsubsidi atau menggunakan gas cair.

Hal itu disampaikan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Evita H Legowo, Jumat (28/1), usai pengukuhan pengurus Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia, di Jakarta.

Opsi pertama, pengguna kendaraan pelat hitam bisa membeli Pertamax. Opsi kedua adalah menggunakan bahan bakar gas cair (liquiefied gas vehicle/LGV).

”Kami ingin mendorong LGV untuk mobil pribadi, tetapi sosialisasinya kurang,” katanya.

Evita menjelaskan, apabila menggunakan LGV maka harus memiliki converter kit. ”Rencananya, kami akan berbicara dengan teman-teman ATPM (agen tunggal pemegang merek) untuk menyiapkan sekaligus,” ujarnya.

Dengan demikian, dalam satu kendaraan pribadi akan ada dua tangki pengisian bahan bakar, yakni bahan bakar minyak (BBM) dan bahan bakar gas (BBG) cair. ”Kini, delapan SPBU di Jakarta sudah menjual LGV. Untuk DKI Jakarta, tahun ini selesai 18 SPBU,” tutur Evita.

Guna mendorong pemakaian LGV, pemerintah akan mengkaji insentif untuk converter kit atau tidak. ”Dari perhitungan kami, dalam waktu 1-2 tahun sudah tertutupi karena selisih harganya jauh. LGV hanya Rp 3.600 per liter, sedangkan harga premium bersubsidi Rp 4.500 per liter,” kata Evita.

Menurut anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PPP, Romahurmuziy, pemerintah belum siap mengendalikan BBM bersubsidi. ”Persiapan pemerintah terlalu sunyi. Belum ada kesiapan sosialisasi kepada warga yang dialihkan produknya maupun kesiapan petugas SPBU mengidentifikasi kendaraan yang berhak menerima premium,” tuturnya.

Di Argentina, misalnya, kata Romahurmuziy, negara memfasilitasi BBG cair itu sebelum melaksanakan konversi. Hasilnya 80 persen transportasi darat di Argentina beralih ke BBG cair.

Pengamat perminyakan Pri Agung Rakhmanto pesimistis, pembatasan BBM bersubsidi bisa menyelesaikan masalah subsidi BBM. ”Tidak ada jaminan bahwa pemerintah tidak akan teriak lagi jika harga minyak dunia menembus 110 dollar AS,” ujar dia.

Kebijakan ini diterapkan, menurut Pri Agung, karena pemerintah tidak berani menaikkan harga BBM ketika besaran subsidi naik. Padahal, ada beberapa opsi yang bisa dikaji, misalnya menaikkan harga BBM bersubsidi secara bertahap hingga mencapai harga keekonomian.

Opsi lain, menerapkan pembatasan BBM bersubsidi. Namun, harga bagi pengguna kendaraan pribadi Rp 5.500 atau Rp 6.000 per liter. ”Jadi, harga BBM untuk mobil pelat hitam tidak diserahkan ke pasar yang terus naik harganya,” katanya.

No comments:

Post a Comment