Akuisisi menjadi ”grand strategic”. Hanya urusan mengakuisisi itu relatif gampang ditangani. Tantangan terbesar adalah mempertahankan sumber daya manusia agar tetap sebagai investasi, bukan beban biaya bagi perusahaan. Kalau dipandang sebagai beban, perusahaan pasti akan mencari celah untuk selalu memotong gajinya.
Pemikiran itulah yang kerap menggelayuti Mohammad Arsjad Rasjid Prabu Mangkuningrat (40), Co-Chief Executive Officer (CO-CEO) PT Indika Energy Tbk, yang dalam lima tahun (akhir tahun 2005-2010) mampu mengembangkan nilai aset industri energi batu bara berlipat ganda, dari 150 juta dollar AS menjadi senilai 2,5 miliar dollar AS (sekitar Rp 22,5 triliun).
Pria kelahiran Jakarta, 16 Maret 1970 ini mencetuskan ide ”gila” untuk membawa Indika Energy bukan semata-mata menjadi industri pertambangan batu bara, tetapi juga industri yang memiliki kekuatan nilai tambah dari hulu ke hilir.
Berikut petikan wawancara Kompas dengan Arsjad di Jakarta, Kamis (20/1).
Bagaimana SDM dijadikan kekuatan membangun industri Indika?
Ini tantangan terbesar saya. Setelah mengakuisisi sejumlah perusahaan untuk mendukung kegiatan industri pertambangan kami, tantangan yang harus saya lalui adalah mengupayakan untuk mempertahankan SDM dan menyatukan kelompok tua dan muda untuk mau berkomitmen membangun industri ini.
Pembinaan leadership yang merupakan kunci. Yang muda haruslah diberikan kepercayaan untuk memimpin. Itulah yang saya lakukan dengan membuat kegiatan semacam outbound, di mana kelompok muda ditempatkan sebagai pemimpin. Yang tua, ya harus menjadi anggotanya.
Karena itu, saya melakukan ide ”gila” di tingkat manajemen dengan melakukan transformasi manajemen. Bukan berarti kita perusahaan jelek, kalah, dan tidak performing, melainkan diartikan secara continuous improvement. Artinya, kami mencanangkan komitmen untuk tidak terlena, puas diri, tetapi sama-sama fokus membangun industri ini.
Apa arti penghargaan The Best Indonesian Executive 2010 dari Asiamoney dan beberapa penghargaan lainnya? (Indika Energy juga meraih The Best Medium-Cap Corporate of The Year 2010 dari Asiamoney dan Asia Best Managed Companies 2011 dari Euromoney)?
Ini adalah simbol yang bukan disediakan hanya untuk saya sebagai pribadi, melainkan juga penghargaan besar bagi keseluruhan manajemen. Yang menarik, penentuan sebagai CEO terbaik itu ditentukan lewat voting yang respondennya adalah analis, bankers, investor, dan sebagainya.
Penghargaan ini merupakan simbol kepercayaan terhadap manajemen Indika Energy. Memang saya dipilih sebagai CEO terbaik, tetapi secara internal, saya mengatakan inilah penghargaan bagi manajemen sebagai team work yang membawa perubahan besar.
Strategi apa yang Anda lakukan?
Dahulu banyak orang mempertanyakan, bahkan meragukan, tiga pilar strategi perusahaan ini. Ketiga pilar itu adalah sumber daya alam, services, dan infrastruktur.
Saya hanya ingin membawa perusahaan memiliki strategi yang koheren dan bersih untuk Indonesia ataupun Asia. Syukur-syukur, strategi yang saya kembangkan menjadi pionir bagi industri lainnya.
Apa fokus implementasi strateginya sampai nilai perusahaan ini melonjak drastis?
Semua peningkatan nilai aset itu berawal diciptakan lewat akuisisi. Kita percaya dengan integrasi nilai. Inti industri ini adalah pertambangan. Tak bisa semua dimulai dari nol, dengan mendirikan anak-anak perusahaan.
Karena itu, akuisisi merupakan pilihan supaya segala yang tadinya dipandang sebagai biaya, bisa sekaligus memiliki pendapatan.
Kami memiliki fokus pada sumber daya alam sebagai induk pendorong perusahaan, yang kemudian ditopang oleh jasa pelayanan (services) dan infrastruktur.
Bagaimana awalnya untuk menuju kekuatan yang terintegrasi?
Awalnya adalah memperkuat fondasinya. Ada dua fondasi kami, yaitu SDM (human capital) dan sumber pendanaan (financial capital). Kekuatan pendanaan dilakukan melalui melepas bond, kemudian penawaran saham perdana (initial public offering/IPO) supaya permodalan kuat.
Adapun untuk manajemen, kita bisa ambil dari SDM dengan mengakuisisi perusahaan jasa yang punya dasar keahlian dalam bidang pertambangan, seperti Tripatra yang memiliki keahlian engineering dan manajemen proyek pertambangan. Kemudian mengakuisisi Petrosea yang memiliki keahlian dalam bidang pertambangan. Dengan demikian, kemampuan dasar services sudah dimiliki. Sementara, kekuatan infrastruktur diperoleh dengan akuisisi perusahaan logistik Mitrabahtera Segara Sejati.
Bagaimana implementasi pasca- akuisisi?
Gampangannya, industri menambang batu bara, memasukkan ke kapal, dan dikirim baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun ekspor. Seluruh kekuatan itu dijadikan modal untuk menekan biaya.
Tidak bisa kita hanya bergantung pada fluktuasi harga komoditas batu bara. Bisa gila kita melihat fluktuasi harga. Istilahnya, apabila harga komoditas ini jatuh, industri yang memiliki cost produksi tinggilah yang akan terlebih dahulu jatuh.
Maka, biaya paling murahlah yang perlu diterobos supaya industri ini tetap kompetitif. Kami berupaya mengontrol biaya produksi, karena memiliki kekuatan pilar-pilar tersebut.
Siapa saja kompetitor Anda?
Dalam income produksi, kami baru menempati posisi ketiga, setelah Bumi Resources dan Adaro. Kekuatan ide gila ini belakangan membuat kami berani memperluas integrasi dengan bermain di industri pembangkit listrik yang menggunakan batu bara berkadar 4.500 kalori.
Terjun ke industri pembangkit listrik ini semata-mata untuk memperbesar revenue?
Tidak. Kami melihat peluang, ada pasar baru dan produk baru, dengan kekuatan sumber daya alam yang dimiliki. Tadinya, batu bara kadar 4.500 kalori tidak laku. Kini dengan rekayasa energi yang super canggih, batu bara ini dapat dimanfaatkan.
Namun, lebih jauh lagi, kami memanfaatkan batu bara berkadar 4.500 kalori ini untuk bisa digunakan di dalam negeri untuk turut berkontribusi mencukupi kebutuhan listrik nasional. Ini proses panjang untuk membangun nasionalisme baru.
Pada akhirnya, kita juga tidak boleh hanya berjaya di kandang sendiri. Proyek pemanfaatan batu bara di tingkat internasional haruslah direbut. Tentu, harus perkuat dahulu fondasi industri kita!
No comments:
Post a Comment