Adanya disparitas harga antara bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi untuk kendaraan umum dengan harga nonsubsidi untuk kendaraan pribadi, menurut pemerhati transportasi Rudy Thehamihardja di Jakarta, Selasa (25/1), membutuhkan pengawasan ekstra di lapangan.
”Harus ada rencana detail dan jangka panjang, bagaimana praktik di lapangan dikerjakan. Itu yang pertama harus dibeberkan pemerintah. Bagaimana bila alat kontrol secara massal dirusak dengan maksud agar premium dapat dijual ke pengguna kendaraan pribadi,” kata Rudy.
Selain itu, harus dikaji apakah jatah premium bersubsidi bagi kendaraan umum benar-benar dapat memperbaiki, atau setidaknya mempertahankan kelangsungan hidup angkutan umum.
Menurut Rudy, bila ingin angkutan umum tetap beroperasi dengan mempertahankan tarif sesuai sedia kala, tidak harus dengan memberikan subsidi BBM.
”Banyak cara, misalnya dengan meniadakan pajak, atau menyubsidi harga suku cadang. Ini cara yang lebih cerdas daripada menerapkan disparitas harga yang membuat kita pusing mengawasinya,” tutur Rudy.
Uji coba
Uji coba penerapan pembatasan BBM bersubsidi akan dimulai pekan depan. Hal itu diputuskan dalam pertemuan Kementerian Perhubungan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Dinas Perhubungan DKI Jakarta, dan Organisasi Pengusaha Nasional Angkutan Bermotor di Darat, kemarin.
Dirjen Perhubungan Darat Suroyo Alimoeso menjelaskan, uji coba pembatasan BBM bersubsidi itu dengan menggunakan sistem stiker.
Uji coba ini dilakukan terhadap Mikrolet 01 rute Senen-Kampung Melayu sebanyak 409 unit. Uji coba juga diterapkan pada 1.850 taksi di Bandar Udara Soekarno-Hatta.
Menurut Suroyo, tiap minggu akan dilakukan evaluasi terhadap uji coba pembatasan BBM subsidi tersebut. ”Hingga pembatasan BBM bersubsidi itu dapat diberlakukan mulai April 2011 di wilayah Jabodetabek,” ujarnya.
Sekretaris Jenderal Organda Andriyansah menjamin, bila pengalokasian BBM bersubsidi bagi angkutan umum berjalan lancar, tak akan ada kenaikan tarif angkutan umum.
Di kesempatan terpisah, Kepala Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas Bumi Tubagus Haryono menjelaskan, kendaraan umum yang mendapat stiker, atau yang berhak mendapatkan BBM bersubsidi, adalah kendaraan umum yang memenuhi syarat.
Penempelan stiker dilakukan oleh Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan raya (DLLAJR) DKI Jakarta. Waktu uji coba adalah Februari sampai April.
”Stiker ini merupakan tanda bagi kendaraan yang akan dipasangi RFID untuk mendapat BBM bersubsidi,” kata Tubagus.
Hampir rampung
Tubagus memaparkan, kesiapan fasilitas dan infrastruktur untuk mendukung pelaksanaan pengaturan konsumsi BBM bersubsidi di Jabodetabek sudah hampir rampung.
Terminal BBM kini telah siap 75 persen. Ditargetkan, pada akhir bulan Februari telah siap seluruhnya.
Dari 720 stasiun pengisian bahan bakar umum, 79 persen di antaranya sudah siap. Pada akhir Maret ditargetkan telah rampung seluruhnya.
”Sedangkan mobil tangki sudah siap semua,” ujar Tubagus.
Untuk Jawa dan Bali, Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas Bumi menargetkan, terminal BBM siap pada bulan Mei. Adapun SPBU ditargetkan selesai akhir Juni. Saat ini kesiapan terminal BBM baru 30 persen.
Tubagus menjelaskan, dari 3.025 SPBU, 49 persen di antaranya telah siap melayani pembelian BBM nonsubsidi.
No comments:
Post a Comment