Hal itu disampaikan pengamat pasar modal Yanuar Rizky di Jakarta, Selasa (25/1). Menurut dia, tekanan inflasi yang semakin tinggi harus disikapi, antara lain, dengan menjaga kurs atau nilai tukar. Hal ini untuk menjaga harga barang.
Langkah untuk menjaga harga berupa menaikkan suku bunga acuan (BI Rate). ”Tapi, kalau mau menaikkan BI Rate sekarang, saya pikir sudah terlalu terlambat,” kata Yanuar.
Langkah lain berupa menjaga pasokan barang sehingga tidak muncul lonjakan harga. ”Bukan hanya BI yang harus bertindak, melainkan banyak elemen,” katanya.
Langkah itu, kata Yanuar, termasuk mempertimbangkan dana yang masuk ke pasar uang.
Data Bank Indonesia menyebutkan, per 31 Desember 2010 terjadi aliran dana asing sebesar Rp 271,66 triliun. Dana itu masuk ke sertifikat bank Indonesia sebesar Rp 54,93 triliun, surat berharga negara Rp 195,75 triliun, dan saham Rp 20,98 triliun.
Sebaliknya, anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Arif Budimanta, berpendapat, kenaikan suku bunga acuan tidak akan secara otomatis menyelesaikan persoalan akibat tekanan inflasi. Yang terjadi justru suku bunga kredit akan naik, yang berdampak terhadap biaya operasi.
Akibatnya, terjadi lonjakan harga yang memberatkan masyarakat. Bahkan, selama inflasi terus menekan, sektor riil sulit bergerak.
”Persoalannya kan pada inflasi. Menaikkan BI Rate bukan instrumen utama untuk menyelesaikan masalah,” ujarnya.
Menurut Yanuar, yang terjadi selama ini, BI Rate tidak elastis terhadap suku bunga kredit. Meskipun BI Rate rendah, suku bunga kredit tetap tinggi.
Berkaitan dengan nilai tukar rupiah, Arif, yang juga anggota Panitia Kerja Inflasi DPR, menambahkan, sebenarnya DPR ingin mengetahui, seberapa kuat BI mengintervensi untuk menahan nilai tukar. Anggaran BI tahun 2010 defisit Rp 32 triliun, di antaranya untuk keperluan intervensi nilai tukar rupiah.
”Padahal, penguatan nilai tukar rupiah tidak setinggi negara lain di Asia. Kami ingin tahu, seberapa dalam intervensi yang dilakukan BI,” kata Arif.
Meski inflasi terus menekan, Bank Indonesia belum kunjung menyiratkan kenaikan suku bunga acuan. BI memilih melakukan bauran kebijakan moneter dan makroprudensial.
Meskipun demikian, Gubernur BI Darmin Nasution pada dua pekan lalu pernah menyampaikan, BI segera menaikkan suku bunga acuan. Kenaikan suku bunga acuan itu mempertimbangkan laju dan tekanan inflasi mendatang. BI melihat bahwa inflasi akan terus datang sehingga BI mencari waktu yang pas untuk menaikkan BI Rate.
BI Rate pada level 6,5 persen sudah berlangsung selama 18 bulan, sejak Agustus 2009. Inflasi tahun 2010 mencapai 6,96 persen, dengan inflasi inti 4,28 persen. Bahan makanan merupakan salah satu pemicu utama inflasi, yakni beras dan cabai.
Investasi
Kemarin, Direktur Utama PT Schroder Investment Michael Tjoajadi dalam seminar tentang dana jaminan sosial mengemukakan, untuk berinvestasi, masyarakat harus mempertimbangkan inflasi. Untuk keperluan jangka panjang, deposito bukan jenis investasi yang cocok.
”Deposito hanya cocok untuk jangka pendek,” katanya.
Ia mencontohkan, deposito memberikan bunga sekitar 7 persen. Setelah dikurangi pajak, menghasilkan bunga 5,6 persen. Sekilas bunga itu cukup tinggi. Namun, jika memperhitungkan inflasi, hasil investasi justru akan mengakibatkan daya beli berkurang.
”Kalau deposito saja, dalam 20 tahun akan terjadi pemiskinan,” kata Michael.
No comments:
Post a Comment