Sunday, January 30, 2011

Simpanan Masyarakat Pada Bank Meningkat Menjadi 150 Triliun

Simpanan masyarakat pada bank umum selama lima tahun terakhir terus meningkat. Hal ini, antara lain, adalah indikasi bahwa masyarakat masih memercayai sistem perbankan di Indonesia. Namun, kenaikan simpanan ini masih lebih rendah dari kenaikan kredit.

Per akhir tahun 2010, simpanan berupa deposito, tabungan, giro, sertifikat deposito, dan simpanan lain pada bank umum mencapai Rp 2.370,98 triliun, dengan 97,204 juta rekening.

Berdasarkan data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), tren simpanan masyarakat selama lima tahun terakhir meningkat. Nilai simpanan masyarakat tertinggi terjadi pada 2010, yaitu mencapai Rp 404,15 triliun.

Simpanan pada akhir November 2010 mencapai Rp 2.241,79 triliun, dalam 96,615 juta rekening. Menjelang akhir 2010, terjadi penambahan 589.039 rekening dengan nilai Rp 129,19 triliun.

Kenaikan dari bulan November ke Desember 2010 tersebut sebagian besar berasal dari dana murah, yakni tabungan, sebesar Rp 59,21 triliun. Disusul kenaikan nilai rekening deposito sebesar Rp 46,06 triliun dan giro sebesar Rp 24,66 triliun.

Namun, menurut pengamat ekonomi Mirza Adityaswara, kenaikan simpanan masyarakat di perbankan di Indonesia biasanya selalu lebih rendah daripada kenaikan kredit.

Tahun 2010, misalnya, kenaikan simpanan di perbankan 16 persen, sedangkan kenaikan kredit sebesar 23 persen.

”Jadi, jika dikurangi bunga sekitar 6 persen, kenaikan pokok simpanan baru hanya 10 persen,” ujar Mirza di Jakarta, Minggu (30/1).

Sementara ekonom Bank BNI Ryan Kiryanto berpendapat, kenaikan simpanan masyarakat selama lima tahun terakhir menunjukkan bahwa masyarakat masih memercayai sistem perbankan di Indonesia.

”Dengan demikian, masyarakat memilih untuk menyimpan uang mereka di bank,” kata dia.

Simpanan di bank, kata Ryan, juga bisa digunakan untuk transaksi keuangan. ”Masyarakat dimudahkan dalam bertransaksi, misalnya membayar tagihan, dengan memiliki rekening dan simpanan di bank,” tutur Ryan.

Bunga di atas inflasi

Menurut Mirza, masyarakat masih memilih produk simpanan perbankan untuk menginvestasikan dananya. Ini karena produk investasi, seperti reksa dana, belum bisa menggantikan produk deposito karena jumlahnya baru sekitar Rp 150 triliun; bandingkan dengan dana pihak ketiga di perbankan yang mencapai Rp 2.100 triliun.

”Karena itu, bagi masyarakat penabung, penting suku bunga harus di atas inflasi karena sebagian masyarakat tabungannya masih dalam bentuk dana pihak ketiga, bukan di pasar modal,” papar Mirza.

Terkait penjaminan simpanan oleh pemerintah, menurut Mirza, akan sangat ditentukan stabilitas makro domestik, makro global, dan perbankan.

Dari sisi stabilitas makroekonomi domestik dan global, situasi kini jauh lebih baik dibandingkan dengan akhir 2008 saat pemerintah menaikkan penjaminan dana pihak ketiga di perbankan dari Rp 100 juta menjadi Rp 2 miliar.

”Namun, dari sisi stabilitas politik, saat ini terasa ada peningkatan suhu politik,” kata Mirza.

Kepala Eksekutif LPS Firdaus Djaelani sebelumnya mengatakan, pemerintah berwenang menaikkan atau menurunkan penjaminan simpanan. Saat ini batas maksimal penjaminan Rp 2 miliar, dengan besaran bunga di bawah suku bunga penjaminan.

”Di Indonesia, garansi penuh 100 persen. Di beberapa negara, seperti Malaysia, Hongkong, persentase penjaminan makin berkurang. Oleh karena itu, sedang dipikirkan apakah mungkin penjaminan diturunkan,” kata dia.

Menurut Ryan, pemerintah bisa saja mengurangi nilai atau persentase penjaminan, tak lagi 100 persen. Namun, harus diyakini bahwa tingkat kepercayaan masyarakat terhadap perbankan sudah kuat. Selain itu, bank juga dikelola dengan baik.

”Masyarakat harus yakin bahwa pelaku industri keuangan taat aturan. Para bankir juga kerja dengan profesional,” ujar Ryan.

Ia menegaskan, selama masih ada penyelewengan, sulit bagi pemerintah menurunkan tingkat penjaminan. ”Kalau masih ada fraud, saya kira pemberlakuan penjaminan yang tidak lagi 100 persen masih berat untuk diterapkan,” tutur Ryan.

Oleh karena itu, meskipun ada penjaminan, pengawasan terhadap perbankan harus ketat. ”Ini perlu agar perbankan melaksanakan peraturan dengan prudent,” tutur Ryan

No comments:

Post a Comment