Bank Sentral India (Reserve Bank of India/RBI) telah mengeluarkan peringatan kemungkinan datangnya ”gelombang inflasi” akibat kenaikan harga bahan makanan, bahan bakar minyak, dan berbagai komoditas lain. Harga bawang bombai—salah satu bahan makanan pokok di India—melejit hingga tiga kali lipat menjadi 80 rupee (Rp 15.900) per kilogram dalam beberapa bulan terakhir.
”Banyak negara masih bermain-main dengan deflasi, tetapi kami terkena gelombang inflasi,” tutur Gubernur RBI Duvvuri Subbarao pekan lalu.
Laju inflasi tahunan India pada Desember 2010 mencapai 8,43 persen atau selisih hingga satu angka persentase dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Harga saham di India, salah satu pasar saham terpanas tahun 2010, berguguran, dan mencapai titik terendah dalam tiga bulan terakhir, karena sentimen negatif terhadap kabar kenaikan suku bunga tersebut.
”Kami memperkirakan RBI akan menaikkan tingkat suku bunga sebesar 25 basis poin, tetapi kita juga harus bersiap-siap dengan kemungkinan kenaikan hingga 50 basis poin,” tutur ekonom utama HSBC, Lief Lybecker Eskesen.
RBI telah enam kali menaikkan tingkat suku bunga sejak Maret 2010, menjadikan India sebagai salah satu negara paling agresif menaikkan suku bunga pinjaman saat negara itu berusaha keluar dari krisis ekonomi global.
Terakhir, suku bunga acuan repo RBI berada pada posisi 6,25 persen dan suku bunga surat berharga (reverse repo) RBI pada posisi 5,25 persen.
Investor pindah
Melihat kecenderungan tersebut, Goldman Sachs mengeluarkan peringatan bagi para kliennya akan kemungkinan terjadinya overinflasi di India dan China. Lembaga keuangan tersebut bahkan menyarankan para investor untuk beralih ke Wall Street dan pasar-pasar saham ”Dunia Lama” lainnya untuk mencari pertaruhan yang lebih aman dalam beberapa bulan ke depan.
Antusiasme investor juga mulai menurun di China setelah negara itu juga dilanda inflasi dan gelembung properti. Pada saat bersamaan, muncul harapan ekonomi AS akan segera pulih. ”Asia sedang berada di sisi yang kurang menguntungkan dalam siklus ini. Gambaran jangka panjang bahwa Asia akan mengalahkan AS sedang memudar,” tutur Tim Moe, ahli strategi utama Goldman Sachs untuk kawasan Asia Pasifik.
Para ekonom memang berbeda pendapat tentang efektivitas kebijakan penaikan suku bunga untuk menahan laju inflasi, yang disebabkan tingginya harga bahan pangan. Meski demikian, semua pihak setuju bahwa harga-harga yang terus naik akan berujung pada spiral upah-harga yang mengganggu stabilitas ekonomi.
Tingginya laju inflasi ini juga membuat pemerintahan Perdana Menteri Manmohan Singh semakin mendapat tekanan. Harga makanan yang terus naik menambah kemarahan rakyat atas terbongkarnya serangkaian skandal korupsi besar-besaran baru-baru ini.
Padahal, Singh dan Partai Kongres mengincar masa jabatan kedua setelah masa jabatan pertama ini selesai 18 bulan lagi.
Tiga kali lipat
Di tengah kondisi ekonomi yang dihadapi India itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memulai kunjungan ke India, Senin (24/1). Presiden, antara lain, akan membuka konferensi bisnis tingkat tinggi yang dihadiri sekitar 500 pengusaha besar India.
Dalam pertemuan ini, Presiden akan menyaksikan penandatanganan 15 nota kesepahaman bisnis bidang infrastruktur, sumber daya alam, manufaktur, dan jasa dengan nilai investasi 16,8 miliar dollar AS (Rp 152,2 triliun).
Menurut Presiden, perdagangan Indonesia-India meningkat tiga kali lipat dari empat miliar dollar AS menjadi 12 miliar dollar AS dalam lima tahun terakhir. Indonesia merupakan mitra dagang kedua terbesar bagi India di ASEAN.
Selasa ini, Presiden Yudhoyono dijadwalkan bertemu PM Manmohan Singh. Kedua kepala pemerintahan itu akan menyaksikan penandatanganan 19 nota kesepahaman antarpemerintah di bidang politik, ekonomi, pendidikan, kebudayaan, dan teknologi.
No comments:
Post a Comment