Bank Indonesia bersikukuh debt collector kartu kredit tidak dapat dimasukkan sebagai bisnis utama (core business) di perbankan. Deputi Gubernur BI Muliaman D. Hadad menegaskan, pekerjaan itu sebagai penunjang perbankan. Karena itu, dia mengatakan, pekerjaan debt collector bisa dialihdayakan sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Meskipun mendapatkan keleluasaan untuk melakukan pengalihdayaan kepada perusahaan penyedia jasa, Bank Indonesia menegaskan, bank tetap bertanggung jawab atas pekerjaan yang dialihdayakan tersebut. Menurutnya, penagihan hanya dilakukan untuk kredit tidak lancar dan kredit macet.
Menanggapi ini, Komisi XI DPR masih berbeda pendapat soal peran penagih utang (debt collector). Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Azis menilai penagihan utang melalui pihak ketiga diperbolehkan asalkan tidak menimbulkan permasalahan.
Selain itu, Harry menilai, penagihan utang kartu kredit harus ditagih langsung kepada pengguna kartu kredit. Namun, dia menilai Peraturan Bank Indonesia tentang Alih Daya ini belum ada kejelasan soal tugas penagihan. Asal tahu saja, peraturan Bank Indonesia memperbolehkan penggunaan tenaga alih daya dalam penagihan utang kartu kredit.
Selain itu, Harry menilai, pola penyerahan penagihan utang ke pihak ketiga ini juga belum jelas. "Jika sekarang orang berutang Rp 13 juta lalu beberapa tahun kemudian menjadi Rp 100 juta, itu yang belum jelas dijelaskan tadi," kata Harry usai rapat kerja dengan Bank Indonesia, Senin (16/1).
Karena belum ada kejelasan, Komisi XI DPR akan mempelajari peraturan bank sentral tersebut. Komisi yang membidangi masalah perbankan ini akan bertemu lagi dengan Bank Indonesia untuk membahas masalah debt collector ini.
No comments:
Post a Comment