Monday, January 9, 2012

Potensi Peternakan Kelinci Indonesia Akan Mampu Kalahkan China

Menteri Pertanian Suswono mengatakan potensi peternakan kelinci di Indonesia sangat besar, dan mampu mengalahkan China sebagai negara dengan tingkat konsumsi kelinci tertinggi dunia. Menteri menyebutkan, China dalam satu tahun memotong 6,5 juta ekor kelinci dengan tingkat konsumi 500 gram per kapita per tahun.

"Dengan jumlah penduduk kita saat ini, bila budidaya kelinci ini dikembangkan setiap rumah tangga. Kita bisa menghasilkan 700 gram per kapita pertahun," kata Menteri kepada wartawan saat membuka Bogor Rabbit Festival 2012, di Bogor, Minggu. Menteri mengakui, saat ini tingkat konsumsi kelinci di Indonesia masih sangat rendah. Tingginya potensi budidaya kelinci mendorong Kementerian Pertanian untuk menargetkan produksi kelinci lebih besar dari china.

Jika budidaya kelinci dikembangkan di setiap rumah tangga, masing-masing 20 ekor saja. Ini bisa memberikan tambahan konsumsi daging kelinci setiap rumah tangga 20 gram. "Kalau 20 gram per hari per kapita. Jika ini bisa dimasyarakatkan dengan baik. Dengan jumlah pendudukan kita 40 juta, artinya bisa sekitar 120 kilogram. Potensi yang sangat mudah dilakukan dalam skala rumah tangga," ujar Menteri.

Menteri mengatakan, peternakan kelinci memiliki potensi yang sangat besar untuk mendukung perekonomian dan ketahanan pangan nasional. Apalagi budidaya kelinci ini memiliki bisnis ikutannya seperti idustri kulit, pupuk, dan makanan seperti nuget, sosis dan bakso. "Pemeliharaan kelinci relatif mudah dan tidak perlu lahan luas, dan bisa dikembangkan oleh siapa pun," katanya.

Selain itu, lanjut menteri, pemeliharaan kelinci dapat dilakukan perorangan. Dan untuk memproduksi dagingnya, hampir sama seperti beternak ayam, dapat dilakukan sendiri, tidak seperti kambing yang butuh orang banyak bila dilakukan penyembelihan. Tidak hanya itu, pemeliharaan kelinci sangat mudah, karena dia mudah berkembang biak. Kelinci minimal memiliki enam ekor anak dan ia bisa bereproduksi antara 5 hingga 6 kali.

"Ini bisa dilakukan dalam skala rumah tangga. potensi yang luar biasa dalam memenuhi protein hewani bagi masyarakat Indonesia. Apalagi ini dengan relatif mudah seperti ayam potong. karena kebutuhannya, tidak seperti memotong kambing harus sekian orang. Kalau kelinci bisa seorang," kata Menteri.

Menteri menambahkan, potensi tersebut akan terus digalakkan. Selain itu, dari hasil berbagai macam penelitian. Sudah banyak varietas baru yang unggul dan baik.  "Saat ini ada dua jenis kelinci, hias untuk orientasi ekspor, dan kelinci konsumsi. Ini yang akan dikembangkan kedepannya," lanjut Menteri.

Bogor Rabbit Festival 2012 merupakan yang pertama kalinya digelar oleh Himpunan Masyarakat Perkelincian Indonesia (Himakindo). Kegiatan tersebut diikuti sekitar 150 peserta yang menampilkan lebih kurang lebih 750 ekor kelinci yang berasal dari wilayah Jabodetabek dan wilayah Indonesia lainnya. Bogor Rabbit Festival 2012" diselenggarakan pada 7 hingga 8 Januari. Menampilkan kelinci-kelinci cantik dan unik milik peternak atau pun penggemar hewan peliharaan tersebut.


Peternak dan pencinta kelinci tidak perlu khawatir lagi akan resiko bau kandang kelinci, karena kadang kelinci dengan tingkat bau rendah telah tersedia. Dwi Warjito (45) berhasil membuat kandang kelinci dengan tingkat bau rendah, sehingga bagi pencinta kelinci dapat memelihara hewan tersebut tanpa terganggu aroma busuk kotoran yang berasal dari kandang.

"Kandang yang saya buat ada dua jenis, satu kandang untuk dua ekor kelinci, satu lagi untuk empat ekor," katanya saat ditemui dalam Bogor Rabbit Festival 2012, di Bogor, Minggu. Dwi menyebutkan, satu kandang dengan kapasitas dua ekor kelinci memiliki harga jual Rp1,2 juta sedangkan untuk empat ekor seharga Rp2,4 juta. 

Diakuinya bahwa harga kandang buatannya ini cukup mahal untuk skala industri.  Mahalnya nilai jualnya karena diukur dari biaya serta proses pembuatan kandang tersebut yang cukup rumit dan mahal. Kandang buatan Dwi tersebut terbuat dari bahan utama kayu sebagai rangka dasar, dilengkapi bambu untuk tempat pijakan kelinci, serta seng sebagai laci kotoran, yang akan terhubung ke paralon pembuangan kotoran.

Paralon pembuangan kotoran tersebut juga memiliki kelebihan dapat memisahkan antara cairan dan fases, sehingga kotoran kelinci dapat dikumpulkan sebagai pupuk.  Proses penemuan kandang dengan kadar bau rendah tersebut terjadi setahun lalu. Berawal dari kegemaran sang istri memelihara kelinci. Selama satu tahun memelihara kelinci, jumlah kelinci miliknya kian bertambah menjadi 30 ekor. Dwi dan istrinyapun membuka kios kelinci, menjual kelinci-kelinci hasil peliharaannya.

Jumlah kelinci yang kian banyak membuat Dwi kebingungan karena bau kotoran kelinci sangat menganggu tetangga. Sebagai buruh kontraktor, Dwi memiliki pengalaman dalam merancang dan membuat peralatan. Ia pun merancang sebuah kandang yang memiliki kadar bau rendah. Selama satu tahun ia bereksperimen. Empat model kandang ia kembangkan. Kadang pertama belum mampu mengurangi bau. Lalu kandang kedua ia menemukan konsep laci sebagai penampungan kotoran, lalu pada temuan ke tiga ia menemukan paralon tempat pembuangan kotoran dari laci. 

"Kadang yang keempat baru berhasil, saya merangkai dari kandang pertama, kedua hingga ke empat. Jadilah kandang konsep rumah indah kelinci atau Krik saya menyebutkannya," kata Dwi.  Dwi mengaku, dalam merancang kandang Krik tersebut ia telah menghabiskan uang pribadinya sebesar Rp15 juta.

Dwi berharap temuannya dapat membantu para pencinta dan peternak kelinci untuk semakin mencintai kelinci tanpa diganggu rasa bau. Selain itu harapan terbesarnya, kadang Krik dapat dijadikan sebagai kandang bagi para peternak di Indonesia sehingga mendorong kelinci sebagai sumber perekonomian dan bahan pangan nasional. 

Hasil karya Dwi mendapat sambutan baik Menteri Pertanian Suswono yang berkesempatan melihat kandang buatan Dwi. Menurut Menteri, kadang buatan Dwi dapat dikembangkan. Ia pun berharap Dwi dapat menekan angka produksi sehingga harga jual kandang tidak mahal.  "Coba dibuat kandang yang ekonomis, harga itu telalu mahal untuk skala industri," kata Menteri.

No comments:

Post a Comment