Pertumbuhan kelas menengah yang cukup banyak, sekitar 45 juta orang sejak tahun 2003, menurut versi Bank Dunia, membawa konsekuensi khusus bagi Jakarta. Ditambah gaya hidup konsumtif kelas menengah, kota Jakarta semakin menarik sebagai tempat berinvestasi.
Pertumbuhan investasi yang mencolok terlihat pada pertumbuhan minimarket di Jakarta. Minimarket tidak lagi berada di tepi jalan raya besar atau pusat perbelanjaan, tetapi juga bisa ditemukan hingga ke dalam permukiman. Pengusaha yang terjun berbisnis minimarket tidak hanya dari kalangan lokal.
Kini sudah muncul jaringan minimarket berbendera asing di pasar Jakarta yang tumbuh pesat, seperti Seven Eleven. Namun, khusus untuk Seven Eleven, walaupun di luar negeri masuk kategori minimarket, di Jakarta, ritel ini masuk menggunakan izin dari dinas pariwisata sebagai restoran.
Jaringan ritel asal Amerika, Circle K, sudah masuk terlebih dulu. Lalu, menyusul Lawson dari Jepang yang memakai konsep Seven Eleven sebagai restoran. Dalam waktu dekat akan ada merek-merek asing lain yang menyerbu Jakarta. Beberapa merek asing terkenal diketahui sudah mengurus izinnya agar bisa segera membuka cabang pertama di Jakarta.
Banyak ritel asing masuk ke Jakarta karena memang pasar di Jakarta masih sangat luas. Asisten Perekonomian DKI Jakarta Hasan Basri Saleh mengatakan, produk domestik regional bruto DKI Jakarta tahun 2011 tercatat sebesar Rp 950 triliun. Ini jumlah yang sangat fantastis. Dari angka ini, 56 persennya atau Rp 532 triliun adalah konsumsi rumah tangga.
”Dari angka ini, Rp 532 triliun, 15 persennya merupakan konsumsi makanan jadi. Artinya, sekitar Rp 79 triliun dibelanjakan untuk makanan jadi. Angka ini tentu menunjukkan bahwa pasar untuk investasi ritel di Jakarta masih luar biasa besar,” kata Hasan.
Dengan potensi yang besar ini, tidak mengherankan jika jumlah minimarket terus bertambah. Tidak hanya jumlahnya, tetapi juga jam buka yang semakin bertambah. Kini, banyak minimarket beroperasi 24 jam. Mereka membagi jadwal kerja karyawannya menjadi tiga shift sehingga bisa melayani konsumen sepanjang hari.
Ada pasarnya
Tutum Rahanta, Ketua Harian Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia, menuturkan, minimarket buka 24 jam karena memang ada pasarnya. ”Kota Jakarta itu kota yang tidak pernah tidur selama 24 jam. Selalu ada orang yang keluar pada malam hari. Selalu ada kebutuhan yang muncul di malam hari. Minimarket melihat peluang itu untuk menambah omzet mereka.”
Choirullah, Corporate Communications Senior Manager Alfamart, mengatakan, dengan memperpanjang waktu buka hingga 24 jam, omzet penjualan bisa meningkat Rp 3 juta-Rp 4 juta setiap hari. Sementara jika tutup pukul 23.00, omzet penjualan hanya sekitar Rp 10 juta.
Lebih jauh, Tutum menambahkan, buka 24 jam itu semata-mata dilatarbelakangi persaingan bisnis. ”Pertimbangannya, jika saya tidak buka 24 jam, mpesaing saya yang akan buka 24 jam,” ungkapnya.
Para pelaku bisnis melihat konsumen akan loyal jika mereka mendapat layanan yang baik pada malam hari. Apabila tidak, konsumen itu akan pindah ke toko pesaing.
Banyaknya minimarket yang dijumpai di setiap sudut dan jam buka yang panjang ternyata juga membawa konsekuensi meningkatnya kriminalitas berupa perampokan. Kalau dulu ancaman yang dihadapi minimarket hanya pengutil, kini perampok bersenjata.
Sebagian besar perampokan terjadi pada malam hari. Pelakunya ada yang sendiri, ada juga yang berkelompok 2-4 orang. Awalnya, mereka berpura-pura menjadi konsumen. Lalu, mereka mendekati kasir dan mengancam dengan senjata untuk menguras isi mesin kasir.
Bukan target
Tutum mengatakan, maraknya perampokan minimarket bukan karena alasan tertentu, seperti persaingan bisnis atau ada upaya-upaya tertentu untuk mencegah pertumbuhan minimarket. Akan tetapi, hal itu lebih karena berbagai faktor pendukung yang lebih mudah.
Di Jakarta Pusat tercatat lima kali perampokan minimarket pada tanggal 1-20 Januari 2012. Perampokan itu, antara lain, terjadi di Indomaret di Jalan Paseban Raya, Senen; Circle K di Kebon Kacang, Tanah Abang; dan Circle K di Jalan Wahid Hasyim, Kebon Sirih.
Menurut Tutum, alasan yang tepat adalah persoalan sosial. Kebetulan saja minimarket ini berada di dekat pelaku. Dia berdiri sendiri di tepi jalan dan di dalam minimarket pasti ada uang kontan. Merampok di bank juga bisa, uangnya malah lebih banyak dan risikonya sama, yakni kalau tertangkap pasti dipukuli massa. Namun, merampok di minimarket jauh lebih mudah daripada di bank. Tempatnya terbuka dan bisa didatangi kapan saja. Maka, mereka menyasar minimarket.
Tutum menolak anggapan maraknya perampokan minimarket karena minimarket buka 24 jam. ”Tidak benar itu. Ada banyak minimarket yang dirampok pada siang hari. Buka 24 jam tidak menjadi alasan perampok menjalankan aksinya,” katanya menegaskan.
Kepala Bagian Operasi Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan Ajun Komisaris Besar Yossie B mengatakan, perampokan terjadi karena ada peluang. Peluang itu mengundang pelaku kejahatan karena sebagian besar minimarket tidak memiliki petugas keamanan dan kamera pemantau (closed circuit television/CCTV).
”Padahal, sudah berkali-kali kami imbau mereka untuk melengkapi sistem keamanannya. Dari kasus kejahatan yang terjadi, pelaku paling banyak memanfaatkan minimarket yang lemah pengawasannya,” katanya.
Choirullah menegaskan, upaya untuk mencegah gangguan kriminalitas sebenarnya sudah dilakukan minimarket. Saat ini sudah banyak minimarket yang melengkapi tokonya dengan CCTV.
”Tahun 2011 ada 1.000 perangkat CCTV dipasang di toko-toko kami. Tahun 2012 ini rencananya akan ada 2.500 CCTV dipasang. Lalu, untuk toko-toko baru ada kewajiban untuk langsung melengkapi dirinya dengan CCTV,” ujarnya.
Mengenai imbauan menempatkan petugas keamanan atau melengkapi karyawan minimarket dengan airsoft gun, Tutum menolak. ”Kami membayar pajak dan bukan kewajiban kami untuk menjaga keamanan. Jika mendapat tugas tambahan menjaga keamanan, kami bukan lagi peritel, melainkan penjaga keamanan,” ujarnya.
Sementara itu, Irwan Hutasoit, Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri DKI, mengemukakan, dengan pertumbuhan ekonomi yang baik di Jakarta, seharusnya kriminalitas tidak terjadi. Kriminalitas biasanya terjadi jika kondisi ekonomi buruk.
Namun, jika kondisi ekonomi Jakarta baik, kehidupan kota hingga 24 jam, tetapi kriminalitas tetap terjadi, berarti sistem keamanan belum bisa mengikuti derap langkah kota Jakarta sebagai kota metropolitan. ”Di kota metropolitan, polisinya juga harus metropolitan,” kata Irwan. Kerjanya harus 24 jam dan bukanya tidur dimalam hari.
No comments:
Post a Comment