Friday, January 6, 2012

Pasar Uang Antar Bank Syariah Tidak Akan Di Anak Tirikan Oleh Bank Indonesia


Kepala Biro Direktorat Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat Bank Indonesia, Difi A Johansyah, mengatakan, pasar uang antarbank syariah (PUAS) tidak akan dianaktirikan. Sekalipun, misalnya, total aset masih terbilang kecil yakni Rp 126 triliun per November 2011.

 Lagipula keberadaan perbankan syariah masih terbilang baru sehingga masih bisa berkembang ke depannya. "Pasar uang syariah yang berkembang dengan baik diyakini meningkatkan resiliensi perbankan syariah," sebut Difi, di Kantor Bank Indonesia, Jakarta, Jumat (6/1/2012), mengenai pentingnya PUAS.

Ia pun mengatakan, perbankan syariah memberikan peran penting bagi stabilitas perbankan nasional. Bahkan termasuk salah satu sumber pembiayaan pembangunan nasional. Difi menyebutkan, PUAS pun diperlukan untuk mengelola risiko likuiditas dalam perbankan syariah. Karena sebagai lembaga perantara, bank syariah menghadapi risiko likuditas yang bersumber dari maturiy mismath, yakni lebih pendeknya jangka waktu dana yang dihimpun dibandingkan jangka waktu pembiayaan yang disalurkan.

Ke depannya, kata Difi, telah mempunyai sejumlah strategi pengembangan PUAS. 

Salah satunya, BI melakukan pengembangan instrumen PUAS yang dapat memenuhi kebutuhan pasar yakni dengan Sertifikat Mudharabah Antarbank (SIMA) dan Sertifikat Perdagangan Komoditi berdasarkan prinsip syariah antarbank (SIKA). Edukasi pun akan dilakukan demi memperbaiki persepsi manajemen bank serta penguatan peran asosiasi pelaku pasar.

Selain itu, BI pun akan mengenalkan peran pialang pasar uang dan penyediaan pasar uang dan penyediaan informasi agregat oleh BI.

Bank syariah bisa mendapatkan likuditas hanya dalam 30 menit melalui transaksi jual beli komoditi di bursa dengan akad murabahah. Caranya, bank syariah yang butuh likuditas akan menerbitkan sertifikat yang disebut dengan SIKA untuk kemudian ditransaksikan dengan bank lain.

"SIKA itu sertifikat perdagangan komoditi berdasarkan prinsip syariah antarbank," sebut Kepala Biro Direktorat Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat Bank Indonesia, Difi A Johansyah, di Kantor Bank Indonesia, Jakarta, Jumat ( 6/1/2012 ). SIKA ini merupakan instrumen lainnya setelah Sertifikat Mudharabah Antarbank (SIMA) sebagai bukti transaksi dalam pasar uang antarbank berdasarkan prinsip syariah.

Untuk komoditinya, sejauh ini baru ada tiga komoditi yakni kakao, mete dan kopi yang digunakan dalam transaksi. Batu bara sendiri sudah siap untuk menambah pilihan komoditi namun masih menunggu keputusan dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Komoditi yang diperdagangkan ini harus sesuai dengan apa yang telah ditetapkan oleh bursa atas persetujuan Dewan Pengawas Syariah.

Ketentuan SIKA ini telah dikeluarkan Bank Indonesia dalam bentuk Surat Edaran Ekstern Nomor 14/3 /DPM tentang Sertifikat Perdagangan Komoditi Berdasarkan Prinsip Syariah Antarbank. Difi pun menyebutkan, sertifikat ini diterbitkan sesuai dengan besarnya komoditi dan tidak bisa dialihkan kepemilikannya. "Diterbitkan dalam rupiah dengan tenor maksimum 365 hari," tambah dia.

Baik Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah selaku konsumen komoditi, dapat mentransaksikan SIKA dengan BUS, UUS, atau bank asing yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selaku peserta komersial. Transaksi pun bisa melalui perusahaan pialang dengan menggunakan akad Ju'alah.

Menurut Difi, selain informasi nilai nominal perdagangan komoditi di bursa sesuai Surat Penguasaan Atas Komoditi Tersetujui (SPAKT) dan jangka waktu pembayaran tangguh oleh konsumen komoditi, SIKA juga memuat informasi marjin perdagangan komoditi di bursa.

BUS dan UUS yang melakukan transaksi SIKA pun wajib melaporkannya ke BI melalui sistem Laporan Harian Bank Umum.

No comments:

Post a Comment