Tuesday, January 10, 2012

Investor Perkebunan Kelapa Sawit Meminta Kepastian Hukum


 Investor perkebunan kelapa sawit dan kehutanan yang sudah menanamkan modal meminta pemerintah memberi kepastian hukum. Mereka berharap praktik konsesi perkebunan yang menjadi kawasan hutan secara sepihak dan masalah tata ruang tidak lagi terulang.

Sekretaris Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono, di Jakarta, Selasa (10/1/2012), mengatakan, pemerintah belum membuat terobosan berarti untuk mendukung investasi perkebunan. Joko mencontohkan, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kalimantan Tengah sudah tiga tahun belum juga selesai.  

"Masalah kepastian hukum masih menjadi kekhawatiran investor, baik kepastian hukum lahan maupun penyelesaian kasus-kasus hukum. Kasus-kasus kriminal dan sengketa lahan tidak mendapatkan dukungan memadai dari aparat hukum," ujar Joko.

Investasi perkebunan, terutama kelapa sawit, pada 2011 mencapai Rp 51,8 triliun. Kenaikan permintaan dan harga yang prospektif membuat investasi perkebunan meningkat dari Rp 48,7 triliun tahun 2010.

Pembahasan RTRW Kalimantan Tengah saat ini menunggu persetujuan DPR. Adapun Kementerian Kehutanan sudah menyelesaikan kajian mereka.

Kasus Kalimantan Tengah sangat kompleks. Dari 15,4 juta hektar kawasan hutan di sana, terdapat 3,8 juta hektar perkebunan yang belum memiliki izin pelepasan kawasan hutan dari Menteri Kehutanan.
Dari 352 perusahaan dengan konsesi seluas 4,6 juta hektar, baru 67 perusahaan dengan lahan seluas 800.000 hektar yang memiliki izin pelepasan. Investor berharap pemerintah dapat memberikan jalan keluar sehingga mereka bisa berusaha dengan tenang.  

"Tata ruang Kalimantan Tengah sudah tiga tahun terkatung-katung," ujar Joko.

Berbagai konflik sosial yang terjadi di sektor perkebunan dan kehutanan memang membuat pengusaha gundah. Kasus terakhir yang menyedot perhatian publik adalah sengketa lahan di Lampung, Sumatera Selatan, dan Kepulauan Riau.

Ketua Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) Misbahul Huda mengatakan, industri pulp dan kertas tetap pada komitmen untuk berinvestasi di Indonesia.

"Pulp dan kertas merupakan industri padat modal sehingga tidak mungkin pengusaha bermain-main karena merugikan sendiri," ujarnya.

Iklim tropis membuat Indonesia memiliki daya saing tinggi untuk produk pulp dan kertas karena kemudahan bahan baku. Bahan baku pulp, seperti tanaman Akasia, bisa panen dalam enam tahun sampai tujuh tahun, lebih cepat tiga kali dari negara subtropis pesaing Indonesia.

Ekonom Sustainable Development Indonesia, Dradjad Wibowo, mengatakan, pemerintah belum menyadari pentingnya mendukung industri pulp dan kertas bersama investasi hutan tanaman industri untuk sumber bahan baku.  

"Jika lahan bermasalah karena konflik sosial, kejadian itu akan merusak salah satu sumber keunggulan komparatif industri pulp dan kertas," ujar Dradjad.

No comments:

Post a Comment