Sekretaris Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Riwantoro menyatakan bahwa tahun depan kebutuhan daging sapi diperkirakan mencapai 575.880 ton. Sementara perkiraan realisasi produksinya hanya 443.220 ton.
"Jadi selisihnya itulah hendaknya jumlah maksimal yang kita impor," ujar dia dalam diskusi mengenai ketahanan pangan di kantor Kementerian Pertanian, Kamis, 19 Desember 2013. Riwantoro menyatakan, angka-angka itulah yang dia bawa dalam rapat-rapat koordinasi bidang pangan di kantor Kementerian Koordinator Perekonomian. Mengenai mekanisme impor tahun depan, dia mengatakan belum ada arahan yang jelas. "Apakah nanti sapi bakalan atau daging, itu terus kita komunikasikan," katanya.
Menurut Riwantoro, perhitungan permintaan dan stok daging sapi tersebut didasarkan pada hasil sensus ternak Badan Pusat Statistik (BPS). Sebagai catatan, hasil sensus ternak BPS yang digelar pada Mei lalu menunjukkan bahwa jumlah sapi dan kerbau adalah 14.240.141 ekor. Hanya, dari jumlah itu, tak semuanya dipotong demi mempertahankan populasi.
Idealnya, rumus untuk menentukan jumlah sapi atau kerbau yang dipotong adalah (jantan dewasa - pemacek) + 50 persen jantan muda + betina afkir. Begitu pula sapi perah yang dapat dipotong adalah jantan dewasa + 50 persen jantan muda + betina afkir. Jika menganut rumus tersebut, maka dari seluruh populasi sapi dan kerbau yang disensus BPS, jumlahnya hanya 3.318.979 ekor. Jumlah tersebut setara dengan 530.551 ton daging.
Stok daging sapi untuk Natal dan tahun baru dipastikan aman. Menteri Pertanian Suswono menjamin jumlah sapi yang ada saat ini akan mencukupi kebutuhan menjelang perayaan hari raya Natal dan tahun baru. "Itu tidak ada masalah (stok daging sapi). Impor yang ada sudah cukup banyak. Saya lihat stoknya memadai," kata Suswono usai pelantikan pejabat eselon I di Kementerian Pertanian, Senin, 16 Desember 2013.
Suswono menuturkan, impor sapi bakalan tahun ini sudah lebih besar daripada tahun lalu. Meski begitu, ia mengakui harga sapi sampai saat ini memang masih tinggi. Menurut dia, secara teoritis jumlah populasi sapi dalam negeri bisa menyuplai sekitar 80 persen kebutuhan sapi nasional. Namun, sebagai negara kepulauan, Indonesia terkendala biaya logistik yang mahal. Ia mencontohkan, biaya untuk mengangkut sapi dari Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur jauh lebih mahal dibanding dari Darwin, Australia.
Selain itu, kata Suswono, peternak Indonesia tidak memiliki pendekatan agrobisnis. Mereka menjadikan sapi sebagai tabungan. Meski harga sapi sedang tinggi, para peternak itu tidak menjual sapinya jika tidak merasa butuh. " Inilah kita akhirnya harus realistis, stoknya belum bisa dipastikan. Jadi sementara stoknya dipenuhi dari impor," katanya.
Sebelumnya, Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Indonesia Ngadiran menilai harga daging saat ini masih belum stabil dan bahkan masih bisa melonjak lagi. Pasalnya, sebentar lagi Indonesia akan memasuki masa puncak konsumsi daging, yakni saat hari raya Natal dan tahun baru. "Kalaupun ditekan, paling-paling bisa turun sampai Rp 90 ribu per kilogram saja, enggak banyak," kata dia pada akhir November lalu.
No comments:
Post a Comment