Penerimaan pajak tahun ini tampaknya di bawah capaian tahun lalu. Kondisi itu dipengaruhi oleh belum membaiknya perekonomian nasional. Hingga 6 Desember lalu, realisasi penerimaan pajak tercatat Rp 814,7 triliun atau sekitar 81,8 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2013 sebesar Rp 995 triliun.
Direktur Jenderal Pajak Ahmad Fuad Rahmany mengatakan, ada tambahan penerimaan sebesar 10–12 persen, padahal biasanya bisa mencapai 15 persen. “Ekspor masih negatif, padahal pajak banyak bergantung pada tradable sector,” kata Fuad di kantornya, Jakarta, Kamis, 12 Desember 2013.
Tahun ini, sejumlah sektor yang menyasar pasar luar negeri mengalami banyak penurunan, seperti pertambangan batu bara, manufaktur elektronik, dan garmen. Jatuhnya harga komoditas diikuti dengan penurunan permintaan pasar, terutama di India dan Cina, yang menjadi pasar ekspor terbesar Indonesia. “Tahun lalu, batu bara harganya sudah jatuh,” katanya.
Penerimaan pajak dari sektor pertambangan tahun ini tumbuh minus 17,98 persen, dari 58,2 triliun pada 2012 anjlok menjadi Rp 47,8 triliun. Pertumbuhan minus ini lanjutan dari tahun sebelumnya yang tumbuh minus 12,6 persen. “Tahun lalu, penerimaan dari pertambangan sudah drop, sekarang lebih drop lagi,” katanya.
Selain pertambangan, penerimaan pajak dari sektor industri pengolahan juga jauh menurun bila dibandingkan tahun lalu. Dari tumbuh 21,3 persen tahun lalu, tahun ini hanya tumbuh sekitar 3,7 persen. Demikian pula dengan sektor pertanian yang tumbuh negatif. Penerimaan pajak dari sektor belanja pemerintah juga masih terbilang kecil, baru 5,6 persen, jauh menurun dibandingkan tahun lalu yang mencapai 28,9 persen.
Meskipun begitu, masih banyak sektor lain yang mencatat pertumbuhan penerimaan pajak yang positif, seperti konstruksi dan real estate serta jasa keuangan dan asuransi.
Menurut Fuad, sebenarnya struktur perekonomian nasional semakin sehat dengan kuatnya sektor retail di dalam negeri yang membuat ketergantungan dengan pasar global semakin berkurang. Namun sayangnya, kata dia, Direktorat Jenderal Pajak belum bisa mengikuti perubahan tersebut, dari yang tradable menjadi non-tradable. “Pasar Tanah Abang tumbuh, ekonomi tumbuh, tapi kami tidak punya sumber daya yang cukup,” katanya.
Karena itulah Fuad meminta tambahan pegawai untuk bisa menjangkau sektor-sektor yang tergolong usaha kecil dan menengah itu. Menurut dia, bila jumlah pegawai pajak saat ini stagnan di 31 ribu orang hingga 2015 nanti, tidak akan mampu mengejar pertumbuhan ekonomi. Tahun ini, Fuad sebelumnya meminta tambahan 5.000 pegawai, namun hanya disetujui sekitar 2.000 orang. Seharusnya, kata dia, pegawai pajak ditambah dua kali lipat dari yang ada saat ini.
Di samping itu, Fuad meminta Direktorat Jenderal Pajak bisa mengakses rekening bank. Sebab, dari situlah data valid tentang potensi penerimaan pajak bisa diperoleh. “Kita tertinggal dibanding Malaysia yang pajaknya bisa mengakses rekening bank,” katanya. Meskipun begitu, ia tidak yakin usulan ini bisa diterima. “Mimpi, sudah capek saya ngomong ini."
No comments:
Post a Comment