Kementerian Perdagangan Republik Indonesia mendukung Perum Bulog turut berperan dalam menstabilkan harga komoditas kedelai.
"Jika tujuannya untuk menstabilkan harga kedelai seperti halnya komoditas lain, seperti beras tentunya kami mendukung wacana tersebut," kata Menteri Perdagangan Gita Wirjawan di Kudus, Sabtu.
Saat ini, lanjut dia, sudah ada upaya pembicaraan terkait peran Bulog dalam menstabilkan harga komoditas kedelai.
Jika hal itu disetujui, katanya, Bulog nantinya akan menjadi penyangga atau buffer stock selain komoditas beras.
Ia mengatakan, melonjaknya harga kedelai karena pasokan tidak seimbang dengan permintaan, menyusul faktor anomali cuaca yang terjadi di beberapa negara pemasok kedelai, sehingga berpengaruh pada hasil panen komoditas tersebut.
Konsumsi kedelai di Tanah Air, katanya, mencapai 2,6 juta ton per tahun, sedangkan produksi dari dalam negeri baru 850.000 ton per tahun.
Untuk memenuhi kekurangan pasokan tersebut, harus didatangkan kedelai dari beberapa negara, seperti Amerika Serikat, Brasil dan beberapa negara lainnya.
"Akan tetapi, ketika terjadi anomali cuaca di beberapa negara pemasok kedelai, kita akan terbelenggu karena harga jual kedelai naik," ujarnya.
Untuk mengurangi ketergantungan terhadap kedelai impor tersebut, maka tingkat produksi kedelai di Tanah Air harus ditingkatkan.
Minimnya jumlah produksi kedelai di Tanah Air, karena harga jual kedelai lokal dinilai para petani terlalu murah dan tidak sebanding dengan biaya produksinya.
"Sebelumnya, petani di Kudus memang banyak yang menanam tanaman kedelai karena dinilai menguntungkan," ujar Sekretaris Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Kudus Hadi Sucahyono.
Hanya saja, lanjut dia, petani sempat terpuruk setelah masuknya kedelai impor, karena harga kedelai lokal kalah bersaing dengan kedelai impor yang lebih murah tersebut.
Agar petani tertarik menanam tanaman kedelai, katanya, pemerintah harus turut berperan, terutama menjamin kestabilan harga jual kedelai, terutama ketika memasuki musim panen.
No comments:
Post a Comment