Monday, July 30, 2012

Ekspor Indonesia Pada Mei 2012 Turun Tajam

Badan Pusat Statistik (BPS) merilis nilai ekspor Indonesia pada Mei 2012 mengalami penurunan 8,55 persen dibanding tahun sebelumnya. Penurunan ini disebabkan oleh turunnya ekspor nonmigas sebesar 7,72 persen dan ekspor migas sebesar 11,41 persen. "Dibanding tahun sebelumnya memang turun. Tapi secara kumulatif nilai ekspor pada Januari hingga Mei 2012 meningkat," kata Kepala BPS, Suryamin, di Jakarta, Senin, 2 Juli 2012.

Ekspor Indonesia pada Mei 2012 yang mencapai US$ 16,72 miliar memang meningkat 3,41 persen dibanding ekspor April 2012. Peningkatan itu terjadi pada sektor nonminyak dan gas (migas) sebesar 4,00 persen dan sektor migas 1,33 persen.

Menurut dia, peningkatan ekspor migas disebabkan oleh meningkatnya ekspor minyak mentah sebesar 1,56 persen dan ekspor gas naik sebesar 2,84 persen. Sebaliknya ekspor hasil minyak turun sebesar 7,39 persen.

Sementara itu peningkatan ekspor nonmigas terbesar pada Mei 2012 terjadi pada karet dan barang dari karet sebesar US$ 14,9 juta. Sedangkan penurunan terbesar terjadi pada lemak dan minyak hewan/nabati sebesar US$ 469,9 juta.

Ekspor nonmigas ke Cina Mei 2012 mencapai angka terbesar, yaitu US$ 1,85 miliar, disusul Jepang US$ 1,59 miliar, dan Amerika Serikat US$ 1,34 miliar. "Kontribusi ketiganya mencapai 36,44 persen." Sementara ekspor ke Uni Eropa (27 negara) sebesar US$ 1,57 miliar.

JIka dilihat nilai ekspor berdasarkan sektor, ekspor hasil industri periode Januari-Mei 2012 dan pertanian mengalami penurunan. Sedangkan ekspor hasil tambang dan lainnya meningkat sebesar 12,71 persen.

Sementara itu, nilai impor Indonesia mengalami peningkatan hingga 1,61 persen jika dibandingkan April 2012. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya impor nonmigas hingga 6,13 persen. "Sedangkan impor migas turun 12,44 persen," katanya.


Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan nilai ekspor April 2012 mencapai US$ 15,98 miliar. Angka ini turun 7,36 persen bila dibandingkan dengan bulan lalu yang senilai US$ 17,26 miliar. 

Pada April 2012, nilai ekspor Indonesia yang mencapai US$ 15,9 miliar juga turun 3,46 persen dibandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya. "Baik migas maupun nonmigas mengalami penurunan. Migas mengalami penurunan 3,56 persen dari US$ 3,49 miliar di Maret 2012 menjadi US$ 3,36 miliar. Sedangkan nonmigas turun dari US$ 13,77 miliar pada Maret menjadi US$ 12,62 miliar," ujar Kepala BPS Suryamin, di Jakarta 1 Juni 2012.

Dia menjelaskan, total ekspor dari Januari hingga April 2012 mencapai US$ 64,5 miliar atau naik sebesar 4,13 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Nilai ekspor nonmigas tercatat US$ 51,15 miliar atau naik 2,25 persen year on year. "Dengan pembagian terbesar pada bahan bakar mineral sebesar US$ 9,29 miliar, lemak dan minyak hewan/nabati US$ 7,52 miliar," ujar dia.

Suryamin menyebutkan, negara tujuan ekspor terbesar Indonesia masih didominasi Cina dengan total nilai US$ 7,04 miliar. Yang kedua adalah Jepang sebesar US$ 5,74 miliar dan disusul Amerika Serikat US$ 4,8 miliar. Ekspor nonmigas ke ASEAN sebesar US$ 10,36 miliar atau 20,25 persen, dan Uni Eropa sebesar US$ 6,06 miliar atau 11,85 persen.

Berbeda dengan ekspor, kata Suryamin, terjadi kenaikan 11,65 persen dibandingkan April 2011, dari US$14,89 miliar menjadi US$ 16,62 miliar. Bila dibandingkan dengan Maret 2012, nilai tersebut juga naik sebesar 1,82 persen. 

Impor migas menurun dari US$ 4 miliar menjadi US$ 3,99 miliar, atau sebanyak 0,59 persen. Sedangkan nonmigas naik 2,6 persen dari US$ 12,32 miliar menjadi US$ 12,64 miliar.

Adapun total impor Januari hingga April 2012 sebesar US$ 62,37 miliar atau naik 16,18 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Untuk impor nonmigas, nilainya US$ 47,86 miliar atau naik 15,79 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Dengan penyumbang terbesar berasal mesin dan peralatan mekanik senilai US$ 8,94 miliar, serta mesin dan peralatan listrik US$ 6,1 miliar.

Jika melihat dari negara, pangsa pasar impor terbesar dari negara Cina senilai US$ 9,09 miliar, Jepang US$ 7,72 miliar, dan Thailand US$ 3,57 miliar. Jumlah impor ketiga negara tersebut mencapai 42,58 persen. ASEAN senilai US$ 10,35 miliar dengan pangsa pasar 21,63 persen dan Uni Eropa sebesar US$ 4,24 miliar dengan pangsa pasar 8,87 persen.


Ekonom PT Bank Danamon Indonesia Tbk memprediksi kinerja ekspor tahunan di Juni 2012 masih akan tertekan dan menyusut 11,5 persen. Sebaliknya, impor naik 13,3 persen. “Neraca perdagangan akan membukukan defisit US$ 0,79 miliar, sedikit lebih tinggi ketimbang bulan sebelumnya,” kata Kepala Ekonom Danamon, Anton Gunawan, Senin, 30 Juli 2012. 

Ia melihat melemahnya pertumbuhan ekonomi dunia masih menjadi isu utama. Perekonomian Cina yang merupakan satu dari empat mitra dagang terbesar Indonesia ikut melambat dihajar krisis utang Eropa. 

Ekonomi negara itu hanya tumbuh 8,1 persen di kuartal I 2012 dan diperkirakan tumbuh 8,2 persen sepanjang tahun ini. Akibatnya, impor Cina dari Indonesia di bulan Juni turun signifikan. 

Pemicu lainnya dari pelemahan ekspor ialah penurunan ekspor batu bara dan mineral lainnya. Penurunan terutama dialami oleh ekspor batu bara, nikel, tembaga, dan bijih besi karena melemahnya permintaan. 

Ekspor nikel terindikasi turun 78 persen (month on month), sedangkan tembaga turun 90 persen. “Ada indikasi bahwa kebijakan pembatasan ekspor barang tambang mentah turut menyumbang penurunan ekspor,” kata Anton. 

Meskipun demikian, kata Anton, kebijakan pajak ekspor terhadap 65 komoditas mineral di luar batu bara hanya menyumbang 6,3 persen dari total ekspor nonmigas. “Sehingga penurunan tajam pada komoditas-komoditas tersebut dampaknya terbatas,” ujarnya. 

Di sisi lain, impor relatif kuat, terutama impor barang modal yang merupakan penopang pertumbuhan ekonomi. Namun, karena memasuki musim Ramadan dan Lebaran, impor beberapa bulan belakangan biasanya didominasi oleh barang-barang konsumsi. 

“Untuk mengurangi tekanan impor, pemerintah harusnya berupaya membatasi impor, khususnya barang-barang yang kurang produktif,” ucap Anton. 

Ia menyatakan, salah satu kebijakan positif dari pemerintah untuk membatasi impor adalah pembatasan pintu masuk bagi impor hortikultura. Saat ini, impor hortikultura hanya boleh dilakukan lewat empat pintu, yakni melalui Pelabuhan Surabaya, Belawan, Makassar, dan Bandara Soekarno-Hatta. 

No comments:

Post a Comment