Sebanyak 1.000 ton kebutuhan antibiotik amoksisilin setiap tahun kini bergantung pada impor, terutama dari China dan India. Industri amoksisilin ditargetkan berdiri dalam dua tahun ke depan.
Demikian disampaikan Direktur Pusat Teknologi Farmasi dan Medika pada Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Bambang Marwoto dalam focus group discussion ”Menuju Kemandirian Bahan Baku Antibiotik”, Rabu (18/7), di Jakarta.
”Pemerintah akan menunjuk badan usaha milik negara untuk memproduksi amoksisilin,” kata Bambang.
Menurut dia, produksi bahan sampai menjadi amoksisilin hanya merupakan contoh untuk mendorong kemandirian produksi berbagai bahan baku obat yang selama ini lebih dari 90 persen harus diimpor. Industri amoksisilin menjadi model untuk dikembangkan pada produk antibiotik lain.
Melalui kerja sama dengan beberapa institusi riset, seperti Institut Teknologi Bandung, Universitas Gadjah Mada, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, kini dibangun prototipe industri kapang penisilin untuk bahan baku amoksisilin.
Dalam satu siklus pembuatan kapang penisilin selama 10 hari dapat dihasilkan 2.500 liter. Amoksisilin sebagai obat esensial banyak digunakan sebagai antibiotik generik untuk berbagai penyakit, terutama infeksi saluran pernapasan akut.
Deputi Kepala BPPT Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi Listyani Wijayanti mengatakan, dibutuhkan keberpihakan pemerintah untuk mewujudkan kemandirian bahan baku obat yang selama ini sebagian besar diimpor dari negara lain. ”Dibutuhkan kebijakan yang relevan serta insentif untuk iklim usaha yang kondusif,” kata Listyani.
Menurut Bambang, pada tahun pertama, produksi amoksisilin ditargetkan masih rendah, yaitu 1 ton. Hingga tahun 2025, produksi diharapkan mampu mengurangi impor menjadi sekitar 30 persen.
No comments:
Post a Comment