Thursday, September 2, 2010

BI Rate Tidak Harus Naik Karena Rupiah Masih Kuat

Untuk menahan laju inflasi yang terus meningkat, Bank Indonesia dinilai tidak harus menaikkan BI Rate dalam waktu dekat. BI Rate sebesar 6,5 persen masih layak dipertahankan untuk satu bulan ke depan mengingat rupiah cukup stabil dan cadangan devisa Indonesia cukup kuat.

Pengamat ekonomi dan perbankan Tony Prasetiantono, Kamis (2/9), mengatakan, inflasi tahun 2010 ini dipastikan akan menembus angka 6 persen atau jauh melampaui target pemerintah 5,3 persen. Namun, alasan inflasi tidak bisa dijadikan sebagai satu-satunya alasan menaikkan BI Rate.

Di samping inflasi, kebijakan menaikkan atau menurunkan BI Rate juga perlu memerhatikan nilai tukar rupiah dan cadangan devisa. Saat ini, nilai tukar rupiah cukup stabil berada di kisaran Rp 8.900-Rp 9.000 per dollar AS. Begitu pula dengan cadangan devisa Indonesia yang terus meningkat dan per 30 Juli 2010 telah mencapai 78,8 miliar dollar AS.

Tony mengatakan, jika BI tetap mempertahankan suku bunga di 6,5 persen, hal yang mungkin terjadi adalah pelemahan nilai tukar rupiah. Hal ini tidak perlu terlalu dikhawatirkan karena nilai tukar rupiah saat ini dinilai cukup kuat sehingga mengurangi daya saing ekspor produk Indonesia.

”Kalau rupiah kita melemah sampai ke Rp 9.300 per dollar AS, masih cukup baik. Sekarang ekspor melemah karena rupiah terlalu kuat,” kata Tony.

Pada Juli 2010, neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit 128,7 juta dollar AS. Nilai ekspor Indonesia pada Juli 2010 mencapai 12,49 miliar dollar AS, sementara nilai impor pada Juli 2010 mencapai 12,62 miliar dollar AS. Defisit neraca perdagangan ini merupakan yang pertama kali pada tahun ini.

Namun, lanjut Tony, untuk satu bulan ke depan, BI perlu mempertimbangkan menaikkan BI Rate menjadi 6,75 persen dan pada Desember 2010 menjadi 7 persen. Hal ini untuk mengantisipasi kenaikan inflasi yang diperkirakan akan cukup tinggi di Desember 2010 karena Natal dan Tahun Baru.

Bagaimanapun, lanjut Tony, BI perlu menjaga selisih inflasi terhadap BI Rate di kisaran 0,75-1 persen. ”Memang tidak ada rumusan yang baku untuk ini. Saya rasa, selisih 0,75-1 persen untuk kondisi saat ini cukup ideal. Namun, kita perlu mengamati perkembangan angka-angka inflasi, nilai tukar, dan cadangan devisa dari waktu ke waktu,” ujar Tony.

Demi dorong kredit

Pengamat ekonomi dan pasar modal Ferry Latuhihin mengatakan, selain karena nilai tukar rupiah yang cukup stabil serta cadangan devisa yang kuat, BI juga tidak perlu meningkatkan BI Rate karena tingginya inflasi beberapa bulan belakangan ini lebih dipengaruhi tersendatnya pasokan barang dan naiknya harga, bukan karena peningkatan permintaan yang tinggi.

Pasokan sejumlah komoditas pertanian tersendat karena gagal panen sejumlah komoditas. Di samping itu juga terjadi kenaikan harga komoditas global.

BI, lanjut Ferry, juga tidak perlu menaikkan suku bunga karena kenaikan suku bunga akan mempersulit perbankan menyalurkan kreditnya. Padahal, untuk mencapai target pertumbuhan 6 persen hingga akhir tahun 2010, dibutuhkan saluran kredit lebih agresif dari perbankan.

Ferry memperkirakan, hingga akhir tahun 2010, inflasi akan berada di kisaran 6-6,2 persen, sedangkan pertumbuhan ekonomi 5,9-6 persen

No comments:

Post a Comment