Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian pada Kementerian Pertanian Gatot Irianto di Bogor, Jawa Barat, pekan lalu mengemukakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian pada Kementerian Pertanian memproduksi 1.111.900 ton benih padi untuk antisipasi perubahan iklim.
Benih padi ini mencakup jenis padi tahan kekeringan, tahan rendaman, umur sangat genjah, tahan salinitas (keasaman), dan tahan hama wereng batang cokelat. ”Penelitian pengembangan benih-benih padi yang tahan pada berbagai keadaan, yang ternyata dapat digunakan untuk beradaptasi terhadap perubahan iklim,” ujar Gatot.
Dijelaskan, sejak musim kering 2009, Badan Litbang telah menyiapkan benih penjenis/dasar (BS) padi varietas unggul baru (VUB) agak tahan dan tahan kekeringan serta berumur agak genjah (kurang dari 100 hari) sebanyak 20,1 ton yang terdiri dari inhibrida padi irigasi (inpari) 1 (12,1 ton), silugonggo (4 ton), dan dodokan (4 ton).
Benih tersebut disebarkan di 9 provinsi penghasil beras utama. Jika benih tersebut diperbanyak terus-menerus hingga menghasilkan ES (benih sebar), bisa mencukupi luas tanah sekitar 4,02 juta ha.
Saat ini, menurut Gatot, sudah tersedia VUB padi produktivitas tinggi: ciherang, gilirang, mekongga, cimelati, dan VU hibrida. VUB padi toleran kekeringan adalah towuti, gajah mungkur, silugonggo, kalimutu, jatiluhur, IR234-27, dodokan, jongkok, inapri 10, situ bagendit, dan situ patenggang. VUB padi umur genjah adalah silugonggo, dodokan, inpari 10, situ bagendit, dan mekongga.
Adapun VUB palawija tahan kering, seperti kedelai argomulyo dan burangrang; kacang tanah singa dan jarapah; kacang hijau kutilang; serta jagung bima, lamuru, sukmaraga, dan anoman
Tetapi, tegas Gatot, implementasinya masih membutuhkan prakiraan cuaca yang akurat oleh lembaga yang berkompeten, yaitu Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
”Penanaman benih padi untuk mengatasi dampak perubahan iklim membutuhkan informasi prakiraan cuaca dari lembaga yang memiliki wewenang untuk itu. Tetapi, informasi prakiraan cuaca yang disampaikan sekarang masih belum bisa diterjemahkan di tingkat operasional petani,” katanya.
Kemtan juga sudah memiliki Peta Kalender Tanam untuk kondisi iklim kering (El-Nino), basah (La-Nina), dan normal yang memuat alternatif pola tanam pada masing-masing kecamatan di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi.
Gatot mengusulkan agar BMKG di tingkat provinsi bertanggung jawab memberikan informasi prakiraan cuaca untuk kesiapan operasional di tingkat petani. Dengan demikian, petani memiliki pedoman menanam benih padi untuk mengantisipasi perubahan iklim tersebut.
Kepala Subbidang Cuaca Ekstrem BMKG Kukuh Ribudiyanto beberapa waktu sebelumnya mengungkapkan, penyelenggaraan informasi prakiraan cuaca untuk menunjang operasional petani, terutama saat cuaca ekstrem, sudah dilakukan di tingkat provinsi, bahkan hingga kabupaten atau kota.
Pada tahun 2009 dipusatkan untuk wilayah Indonesia bagian barat, sedangkan pada tahun 2010 ini dikonsentrasikan di Indonesia bagian timur.
Gatot mengatakan, sebanyak 1.111.900 ton benih padi antisipasi perubahan iklim itu diprediksi siap tanam untuk sawah seluas 55 juta hektar. Distribusi ke penangkaran benih padi ini sudah dilakukan sejak tahun 2009 meliputi 5,2 ton tahan kekeringan, 39 ton umur sangat genjah (90 hari), 253 kg tahan rendaman, 367 kg tahan salinitas, dan 4,7 ton tahan wereng batang cokelat.
Dilanjutkan pada tahun 2010, didistribusikan benih padi 11,2 ton tahan kekeringan, 27,1 ton umur sangat genjah, 2,6 ton tahan rendaman, 19 kg tahan salinitas, dan 38,6 ton tahan hama wereng batang cokelat.
”Untuk sekolah lapang pertanian juga telah didistribusikan 72 ton padi gogo dan 5 ton padi hibrida,” kata Gatot.
Adapun sebaran benih padi antisipasi perubahan iklim untuk ditangkarkan pada tahun 2010 menyangkut jenis padi tahan kekeringan meliputi inpari 10 sebanyak 5.709 kg didistrbusikan ke 16 provinsi dengan jumlah terbanyak ke Jawa Timur (2.471 kg).
Semisal untuk jenis situ bagendit disebar ke 18 provinsi dengan jumlah terbanyak di Kalimantan Barat (1.404 kg). Jenis situ patenggang sebanyak 417 kg ke 15 provinsi, terbanyak di Kalimantan Tengah dan Riau (masing-masing 101 kg).
Untuk sebaran benih padi umur sangat genjah mencakup jenis dodokan 997 kg ke 8 provinsi dengan jumlah terbanyak di Sulawesi Selatan (500 kg). Jenis silugonggo 1.627 kg ke 10 provinsi dengan jumlah terbanyak di Bengkulu (720 kg).
Jenis inpari 1 sebanyak 21.041 kg ke 19 provinsi dengan jumlah terbesar ke Jawa Timur (5.128 kg). Jenis inpari 13 sebanyak 3.402 kg disebar ke 6 provinsi dengan jumlah terbesar di Sumatera Selatan (1.632 kg).
Sebaran benih padi tahan rendaman dengan satu jenis saja, yaitu inhibrida padi rawa (inpara) 3 sebanyak 2.609 kg, ke 11 provinsi dengan jumlah terbanyak ke Sumatera Selatan (2.325 kg).
Masalah yang dihadapi petani sekarang bukan janji soal banyaknya benih, tetapi bagaimana petani bisa mengaksesnya. Mengingat acap kali benih yang dikembangkan Balitbang Kemtan tidak sampai ke petani alias tidak dikomersialisasi. Kalaupun ada, sangat terbatas
Petani melihat pemerintah jangan hanya berjanji, tetapi juga bagaimana merealisasikan pengembangan benih dan perbanyakannya sehingga kapan pun petani memerlukan, benih tersedia. Itu tentu tak bisa dikerjakan sendiri, tetapi perlu kerja sama dengan industri perbenihan baik milik BUMN maupun swasta.
Percuma banyak varietas unggul yang tahan perubahan iklim ekstrem, seperti tahan salinitas, kekeringan, ataupun rendaman, bila varietas itu hanya ada di lembaga penelitian dan tak bisa dimanfaatkan petani.
No comments:
Post a Comment