”Ada ancaman pada neraca transaksi berjalan karena kuatnya impor BBM. Kalau pertumbuhan permintaan BBM itu 8-10 persen per tahun, tidak hanya neraca BBM kita yang negatif, tetapi juga neraca transaksi berjalan. Neraca perdagangan nonmigas sudah surplus 10,7 miliar dollar AS tahun 2009, tetapi pada tahun 2010 (diperkirakan) hanya 4,9 miliar dollar AS,” ujar Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa di Jakarta, Jumat (24/9).
Menurut Hatta, kenaikan impor harus dicermati bersama. Sebab, pada satu sisi, kenaikan barang modal menunjukkan adanya potensi kenaikan investasi. Kenaikan impor barang modal akan meningkatkan produktivitas ekspor pada enam bulan hingga satu tahun kemudian.
Impor menjadi mengkhawatirkan karena sekitar 71,65 persen dari impor merupakan impor bahan baku atau bahan penolong. Ini mengejutkan karena jika impor bahan baku dan penolong meningkat, akan terjadi kenaikan permintaan bahan serupa di dalam negeri.
Bahayanya adalah kenaikan permintaan bahan baku dan penolong tersebut tidak disertai perkembangan industri bahan baku dan penolong di dalam negeri. Kenaikan permintaan tanpa disertai perbaikan sektor manufaktur domestik hanya akan lebih mendorong impor.
”Jika itu dibiarkan, akan membahayakan neraca perdagangan kita. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah sementara sudah melakukan revitalisasi industri. Kami berupaya mengubah industri yang menyedot impor bahan baku dan mengembangkan industri dengan bahan baku dari dalam negeri,” tuturnya.
Pemerintah mencatat kenaikan cadangan devisa saat ini sudah mencapai 81,3 miliar dollar AS. Itu tidak semata-mata disebabkan tingginya ekspor, tetapi juga oleh kenaikan arus modal yang masuk ke pasar modal.
Atas dasar itu, ekspor Indonesia masih perlu digenjot lebih kuat. Tinggi rendahnya surplus neraca perdagangan menjadi signifikan karena berdampak langsung pada penghimpunan cadangan devisa. Kekuatan cadangan devisa memberikan tambahan kepercayaan dunia terhadap nilai tukar rupiah.
No comments:
Post a Comment