Friday, September 3, 2010

Pertumbuhan UKM Jangan Hanya Dilihat Dari Sisi Kuantitas

Pertumbuhan usaha kecil dan menegah hendaknya tidak dilihat hanya dari jumlah, tetapi yang lebih penting adalah kualitasnya. Hal ini dapat dinilai dari kemampuan usaha kecil dan menengah untuk memasuki pasar global.

Hal itu disampaikan Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Sandiaga S Uno, dalam rapat koordinasi nasional ”Pemberdayaan UMKM dan Koperasi dalam Rangka Kesetaraan Ekonomi Nasional” di Jakarta, Jumat (3/9).

Rapat dihadiri, antara lain, Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa dan Menteri Urusan Koperasi dan UKM Syarifuddin Hasan.

Menurut Sandiaga, problematika UMKM sangat klasik. Problem tersebut mulai dari kelemahan manajemen keuangan, kemampuan minim sumber daya manusia (SDM), hingga permodalan.

Untuk mengatasi masalah permodalan, kata Sandiaga, Kadin mempunyai target agar akses kredit bagi UMKM dipermudah. Bukan hanya suku bunga yang rendah.

Namun, dibukanya akses terhadap kredit tersebut harus diimbangi dengan pembangunan kapasitas, seperti alih teknologi dan peningkatan SDM.

”Kita membutuhkan kebijakan yang harus dipisahkan antara pelaku usaha mikro dan UKM. Kebijakan itu hendaknya tidak bersifat charity,” ujar Sandiaga.

Mengandalkan KUR

Saat ini, kata Syarifuddin Hasan, pemerintah masih mengandalkan program kredit usaha rakyat (KUR) untuk membantu permodalan UKM. Berbagai aturan pengucuran KUR terus dibenahi.

”Kalau berbicara mendukung usaha mikro, kita jangan bicara kredit bermasalah (non-performing loan/NPL). Kita harus fokus pada berjalannya aktivitas produksi dan mendorong pemasarannya. Praktis, NPL tidak akan besar,” ujar Syarifuddin.

Dari data Kementerian Koperasi dan UKM, realisasi KUR hingga Juli 2010 mencapai Rp 6,42 triliun. Target KUR tahun 2010 adalah Rp 18 triliun.

Untuk memenuhi target itu, pemerintah melakukan berbagai relaksasi aturan kebijakan pengucuran KUR. Kebijakan itu antara lain menaikkan nilai kredit dari Rp 5 juta menjadi Rp 20 juta per pelaku usaha mikro. Adapun suku bunga maksimal dikurangi dan nilai penjaminan risiko diubah dari 70 persen menjadi 80 persen.

Namun, tetap saja sejumlah peserta program KUR menghadapi masalah, terutama dalam aksesibilitas untuk mendapatkan KUR.

”Meskipun kebijakan bagus, kalau implementasinya kurang bagus, tetap saja program KUR tidak akan berjalan baik,” ujar Syarifuddin

No comments:

Post a Comment