Friday, September 3, 2010

Putusan BI Untungkan Industri Pasar Modal

Pelaku pasar modal menyambut baik keputusan Bank Indonesia yang mempertahankan tingkat suku bunga acuan atau BI Rate di level 6,5 persen.

Tingkat suku bunga acuan sebesar itu dinilai cukup ideal untuk kondisi perekonomian Indonesia saat ini dan akan mendorong aliran dana lebih besar ke pasar modal.

Equity Head First Asia Capital Ivan Kurniawan di Jakarta, Jumat (3/9), mengatakan, keputusan BI yang tidak menaikkan suku bunga acuan di atas 6,5 persen cukup menguntungkan bagi industri pasar modal.

Pasalnya, suku bunga yang relatif rendah mendorong investor untuk lebih banyak menempatkan dananya di pasar modal daripada di pasar uang atau dalam bentuk tabungan di bank.

Suku bunga acuan yang tetap berada di level 6,5 persen ini, lanjut Ivan, juga akan mendorong perbankan untuk lebih banyak menyalurkan kredit ke sektor riil. Ini akan membuka kemungkinan lebih besar bagi para emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk melakukan ekspansi usaha.

”Bagi emiten, ini jelas menguntungkan. Biaya modal (cost of fund) mereka tidak akan naik sehingga bisa melakukan ekspansi lebih luas,” katanya.

Sebelumnya, pelaku pasar modal memperkirakan BI akan menaikkan suku bunga acuan menyusul tingginya tekanan inflasi selama beberapa bulan terakhir.

Kenaikan harga beberapa komoditas membuat inflasi Agustus 2010 mencapai 0,76 persen dan inflasi Januari-Agustus mencapai 4,82 persen.

Dengan kondisi itu, target inflasi pemerintah tahun ini sebesar 5,3 persen dipastikan tidak akan tercapai. Antusiasme pelaku pasar modal terhadap keputusan BI untuk tidak menaikkan suku bunga acuan tecermin dari kenaikan cukup signifikan Indeks Harga Saham Gabungan, yang terjadi di tengah kondisi bursa regional yang kurang kondusif.

Pada perdagangan saham di BEI, Jumat (3/9), IHSG ditutup naik 42,1 poin atau 1,34 persen ke level 3.164. Adapun Indeks LQ-45 naik 1,38 persen jadi 597,9 dan Indeks Kompas100 menguat 1,35 persen menjadi 751.

Dari 10 sektor saham di BEI, indeks sektor konsumsi memimpin laju kenaikan tertinggi, yaitu 3,83 persen. Kemudian diikuti penguatan indeks saham pertambangan, keuangan, perdagangan, manufaktur, dan industri dasar.

Sementara indeks bursa regional ditutup bervariasi yang dipengaruhi ketidakpastian bursa global, terutama bursa Amerika dan Eropa. Indeks Shanghai di China, misalnya, turun 0,01 persen dan Indeks Strait Times di Singapura naik tipis 0,23 persen.

Sebelumnya, pengamat ekonomi Tony Prasetiantono dan Ferry Latuhihin mengatakan, untuk menahan laju inflasi yang terus meningkat, BI tidak harus menaikkan BI Rate.

No comments:

Post a Comment