Deputi Bidang Statistik Produksi Badan Pusat Statistik (BPS) Subagio Dwijosumono di Jakarta, Rabu (1/9), mengemukakan, inflasi terjadi pada semua kelompok komoditas.
Inflasi itu tercatat di 57 kota dari total survei 66 kota. Sementara itu, sembilan kota mengalami deflasi.
Target inflasi tahun ini bisa tercapai kalau terjadi deflasi secara berturut-turut dari September hingga Desember 2010. Namun, hal itu sulit terjadi.
”Yang jelas, kita masih menghadapi hari besar Natal dan Tahun Baru pada Desember. Kemungkinannya, selalu terjadi inflasi,” ujar Subagio.
Komponen inti bulan Agustus 2010 mengalami inflasi 0,52 persen dengan laju inflasi inti dibandingkan Agustus 2009 (year on year) adalah 4,53 persen.
Laju inflasi didominasi kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar 0,39 persen. Dari jumlah itu, kenaikan tarif dasar listrik (TDL) per Juli 2010 memberi kontribusi inflasi 0,35 persen.
Kontribusi inflasi dari kenaikan TDL tersebut melampaui prediksi BPS sebelumnya, yakni 0,22 persen.
Bahan makanan yang mengalami inflasi tertinggi adalah beras, disusul ikan segar, daging ayam ras, daging sapi, cabai rawit, dan minyak goreng. Selain itu, makanan jadi berupa nasi dan lauk-pauk.
Adapun komoditas yang mengalami penurunan harga atau menyumbang deflasi adalah cabai merah, bawang merah, dan emas perhiasan.
Sementara itu, neraca perdagangan pada Juli 2010 mengalami defisit sebesar 128,7 juta dollar AS.
Defisit itu disebabkan nilai e kspor Indonesia pada Juli 2010 mencapai 12,49 miliar dollar AS. Sementara itu, nilai impor pada Juli 2010 mencapai 12,62 miliar dollar AS.
”Defisit neraca perdagangan pada Juli 2010 merupakan yang pertama kali pada tahun ini dan trennya menaik,” ujar Subagio.
Adapun neraca perdagangan Januari-Juli masih surplus 9,46 miliar dollar AS. Impor nonmigas terbesar berupa mesin dan peralatan mekanik senilai 1,94 miliar dollar AS.
Meski demikian, terjadi tren kenaikan impor barang konsumsi sejak Januari 2010. Impor nonmigas terbesar berupa mesin dan peralatan mekanik, yakni senilai 1,94 miliar dollar AS.
Negara pemasok barang impor selama Januari-Juli masih didominasi China (18,8 persen), diikuti Jepang (15,5 persen), dan Singapura (9,57 persen).
Ekonom Dradjad H Wibowo berpendapat, target inflasi 5,3 persen tahun ini tidak mungkin tercapai. Dalam kurun empat bulan mendatang, sangat sulit mencapai inflasi 0,5 persen karena masih ada Idul Fitri, Natal, dan Tahun Baru.
Selain itu, isu gejolak pangan global akibat perubahan iklim masih berpotensi mendorong gejolak harga pangan. Ia memprediksi, inflasi tahun ini akan berkisar 5,5 persen-6 persen.
Adapun defisit neraca perdagangan menunjukkan kinerja ekspor tidak bersaing dengan impor. ”Defisit neraca perdagangan merupakan lampu kuning bagi industri dan pertanian yang banyak menyerap tenaga kerja,” ujarnya.
Pemerintah, kata Dradjad, harus segera mengevaluasi kebijakan perdagangan, termasuk dampak penerapan perjanjian perdagangan bebas Indonesia- China dan Indonesia-
No comments:
Post a Comment