Kepala Kantor Wilayah Bali, Direktorat Jenderal Pajak, Zulfikar Thahar mengungkapkan hal itu di Kuta, Bali, Jumat (6/8). Menurut Zulfikar, semua kepala kantor wilayah dan kepala KPP dapat mengetahui situs web (website) apa yang sedang dibuka oleh setiap anak buahnya meskipun tidak melihat komputernya secara langsung.
Setiap situs yang dibuka dapat dilihat melalui sistem pengawasan yang menyatu dengan sistem teknologi informasi Ditjen Pajak, yakni multimedia super corridor (MSC). Kepala kantor wilayah dan KPP dapat mengawasi aktivitas online anak buahnya melalui komputer yang ada di meja kerjanya.
”Kami bisa tahu situs apa saja yang sedang dibuka, mungkin yahoo, google, atau data wajib pajak. Dengan cara ini, kami tahu anak buah yang bekerja dan yang tidak bekerja. Kami juga dapat mengetahui, apakah aparat pajak kami itu memeriksa wajib pajak yang berada di bawah tanggung jawabnya,” tuturnya.
Ketentuan tentang MSC ditetapkan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-40/PJ/2010 tentang Tata Cara Penggunaan Aplikasi Multimedia Super Corridor dalam Rangka Pembangunan, Pengelolaan, dan Pengawasan Data.
Pengawasan diperlukan agar setiap aparat pajak dapat menyelesaikan batas minimal indeks kinerja utama (KPI) mereka, yakni menganalisis profil delapan wajib pajak yang ada di wilayah kerjanya. Ini setidaknya menjadi KPI dari sekitar 16.000 aparat pajak (dari total 32.000 pegawai Ditjen Pajak) yang menempati posisi sebagai account representative. Dengan cara ini, sedikit demi sedikit, tidak akan ada wajib pajak yang lolos dari proses analisis profil itu.
”Setiap KPP ditargetkan harus selesai melakukan analisis terhadap 1.000 wajib pajak per bulan. Target ini malah ditingkatkan lagi menjadi 1.200 wajib pajak dalam sebulan. Jadi, betapa ketatnya pekerjaan setiap aparat pajak ini,” ungkap Zulfikar.
Pengamat pajak, Darussalam, mengatakan, salah satu kelemahan Ditjen Pajak selama ini adalah data informasi tentang profil wajib pajak. Sebenarnya, berdasarkan kuasa Pasal 35A Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain wajib memberikan data informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada Ditjen Pajak.
”Kalau Pasal 35A ini dijalankan dan didukung teknologi informasi melalui MSC, akan efektif untuk mengecek apakah wajib pajak sudah melaporkan penghasilannya dengan benar atau tidak,” ujarnya.
Selain itu, kinerja pegawai Ditjen Pajak pun dikontrol dengan aturan pemotongan renumerasi atau tunjangan tambahan sebesar Rp 400.000 setiap kali terlambat masuk ke kantor mereka setiap hari. Oleh karena itu, pegawai pajak yang terlambat berkali-kali dapat kehilangan semua tunjangan tambahannya.
Menurut dia, setiap hari, pegawai Ditjen Pajak wajib mengisi presensi sebanyak tiga kali. Pertama, pukul 07.30 ketika masuk kantor. Kedua, pukul 12.15 pada saat akan makan siang. Ketiga, pukul 13.45 setelah masuk pascaistirahat.
”Jika mereka terlambat mengisi presensi, potongan renumerasinya akan terakumulasi. Setiap keterlambatan akan dipotong Rp 400.000,” ujarnya.
Meski demikian, pegawai Ditjen Pajak mendapatkan keutamaan di setiap presensinya. Setiap mengisi presensi, mereka akan mendapat uang kehadiran Rp 80.000. Jadi, setiap hari mereka memperoleh uang kehadiran Rp 240.000.
Pemberlakuan sistem presensi itu merupakan salah satu bagian dari reformasi birokrasi yang dilakukan di Ditjen Pajak
No comments:
Post a Comment