Menurut Ali Husen Suryadi, Ketua Asosiasi Petani, Pedagang, Ternak, dan Ikan Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, daging-daging impor itu masuk ke pasar tradisional di Bandung, Sumedang, dan wilayah lain di Jawa Barat.
”Akibat masuknya daging sapi impor, usaha pemotongan daging menjadi lesu,” kata Ali, Kamis (19/8) dari Sumedang.
Daging sapi impor itu dijual rata-rata di bawah Rp 50.000 per kilogram, jauh di bawah daging lokal. Karena harganya lebih murah Rp 7.000 sampai Rp 15.000 per kg, konsumen memburunya.
Menurut Ali, daging impor tersebut dipasok dalam bungkusan dengan kemasan bervariasi, mulai 15 kg hingga 27 kg. Dalam kemasan tertulis EST 93.
Menurut Sekretaris Jenderal Perhimpunan Peternak Sapi Kerbau Indonesia (PPSKI) Rochadi Tawaf, daging impor itu diduga daging ilegal. Keterangan EST 93 atau established 93 mengingatkan pada ribuan daging ilegal dari Kanada, yang masuk tanpa dilengkapi dokumen sertifikat halal yang sah dari lembaga sertifikasi Halal Transactions of Omaha di Amerika Serikat.
Seperti diberitakan, pada Juli 2010 daging dan jeroan sapi ilegal tanpa dokumen sertifikasi halal masuk ke Indonesia. Daging itu saat ini berada di sebuah gudang di Cileungsi, Bogor, Jawa Barat, untuk ditahan (Kompas, 2/7).
Kepala Dinas Peternakan Jawa Barat Koesmayadie T Padmadinata saat itu menyatakan, jika belum dilengkapi sertifikat halal, Dinas Peternakan Jabar tidak memberi rekomendasi teknis kepada Badan Pengelola Perizinan Terpadu Jawa Barat untuk mengeluarkan daging itu.
Rochadi menyatakan, masuknya daging sapi ilegal menekan harga daging di tingkat petani. Selain itu, juga akan mengacaukan pasokan dan permintaan karena pasokan bersifat semu.
Ketua Umum PPSKI Teguh Boediyana menyatakan, masuknya daging sapi ilegal ke pasar tradisional akan menekan harga sapi di tingkat peternak. Tekanan harga ini bakal terjadi di tengah peternak belum menikmati kenaikan harga akibat kebijakan tata niaga yang tidak menguntungkan
No comments:
Post a Comment