Sunday, August 1, 2010

Penjaminan Jadi Beban Penjaminan Infrastruktur Indonesia atau PII

Penjaminan atas risiko fiskal akan dimitigasi dan dibebankan kepada PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia atau PII, tidak lagi oleh Kementerian Keuangan. Dengan cara ini, potensi tekanan terhadap APBN akibat kegagalan pelaksanaan proyek dapat diminimalkan.

Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Mulia Panusunan Nasution di Anyer, Banten, Sabtu (31/7), dalam diskusi Forum Wartawan Ekonomi, Keuangan, dan Moneter menjelaskan, PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) yang dibentuk Kementerian Keuangan menjadi pertahanan lapis pertama yang dimiliki pemerintah menghadapi potensi risiko fiskal akibat kegagalan proyek infrastruktur.

”APBN tidak akan kuat kalau setiap tahun harus ada dana kontijensi yang dipakai untuk menutup klaim investor infrastruktur. Dengan adanya PT PII, risiko itu tidak lagi langsung memberatkan APBN,” tutur Mulia.

Untuk menjalankan fungsi penjaminan, tahun 2009 PT PII dibekali modal awal Rp 1 triliun dan mendapat tambahan Rp 1 triliun dalam APBN Perubahan 2010. PII merupakan salah satu dari paket kebijakan pemerintah untuk menarik minat investasi di bidang infrastruktur.

Menurut Mulia, kebutuhan anggaran infrastruktur 2010- 2014 sebesar 143 miliar dollar AS. Pemerintah hanya sanggup memenuhi 50 miliar dollar AS. Sisanya, 93 miliar dollar AS, harus dicari dari kontribusi swasta melalui investasi murni swasta 52 miliar dollar AS dan swasta yang bekerja sama dengan pemerintah (PPP) 41 miliar dollar AS.

”Penjaminan yang diberikan PT PII disiapkan khusus untuk proyek infrastruktur yang dikerjasamakan antara pemerintah dan swasta. Rancangan keputusan presiden tentang penjaminan ini dalam proses penyelesaian,” ujar Mulia.

Menurut Kepala Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal, Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan Freddy Saragih, proyek infrastruktur yang bisa dijamin PT PII adalah proyek yang sudah dibuat kontraknya dengan pemerintah. Jika kontrak tidak dapat dilaksanakan, investor berhak menyampaikan klaim ke PT PII dan akan langsung dibayar.

Setelah membayar klaim, PT PII akan melanjutkan klaim tersebut kepada kementerian atau lembaga nonkementerian di pusat dan daerah, yang menyelenggarakan proyek infrastruktur tersebut atau penanggung jawab proyek kerja sama.

Dengan demikian, semua kementerian dan lembaga nonkementerian yang menyelenggarakan proyek infrastruktur itu perlu mengalokasikan dana risiko fiskal untuk mengantisipasi klaim dari PT PII.

”Proyek yang dijamin PT PII biasanya yang tak layak mendapatkan pendanaan dari bank. Perlu penjaminan agar menjadi layak. Kalau sudah layak di bank, swasta pasti mau berinvestasi,” kata Freddy.

Untuk memperkuat penjaminannya, PT PII boleh bekerja sama dengan lembaga keuangan internasional, seperti Bank Pembangunan Asia (ADB) atau Bank Dunia. Jika ada klaim dari investor, Bank Dunia atau ADB membayar klaim itu lebih dahulu, kemudian menagihkannya kepada PT PII. ”Modal PT PII kami harap ditambah lagi tahun 2011 sebesar Rp 1,5 triliun. Dengan demikian, hingga akhir 2014 bisa mencapai Rp 6,5 triliun,” ujar Freddy.

No comments:

Post a Comment