Sunday, August 1, 2010

Analisa Danareksa dan Kinerja Investasi Indonesia

Meskipun belum kembali ke level prakrisis, aktivitas investasi global mulai menunjukkan peningkatan dalam beberapa bulan terakhir. Aktivitas investasi cenderung mengalami peningkatan pada tahun 2010. Itu adalah laporan World Investment Report 2010.

Laporan itu kemudian dipublikasikan United Nations Conference On Trade And Development (UNCTAD). Peningkatan aktivitas investasi ini ditunjukkan Global Foreign Direct Investment Quarterly Index yang dirumuskan UNCTAD.

Indeks ini sempat mencapai titik tertinggi pada triwulan IV-2007, menggambarkan tingginya aktivitas investasi yang terjadi pada waktu itu.

Sejalan dengan mulai memburuknya kondisi ekonomi global, aktivitas investasi juga mengalami perlambatan, ditandai dengan jatuhnya indeks itu ke level terendah sejak tahun 2006 pada triwulan I-2009.

Sejak triwulan II-2009 hingga triwulan I-2010, indeks cenderung bergerak menguat, menggambarkan pemulihan pada aktivitas investasi global. Kelompok negara berkembang menjadi penopang utama pemulihan ini.

Pada 2007, aliran investasi ke kelompok negara berkembang hanya 26 persen dari total aliran investasi di seluruh dunia. Pada 2009, nilainya meningkat signifikan jadi sekitar 43 persen.

Indonesia kemudian menjadi negara yang turut menikmati peningkatan aliran investasi tersebut. Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal, realisasi investasi di Indonesia pada semester I-2010 mengalami peningkatan dibandingkan periode yang sama tahun 2009.

Nilai realisasi investasi di semester I tercatat Rp 92,9 triliun atau mencapai 58 persen dari target realisasi investasi 2010 sebesar Rp 160 triliun.

Komponen penanaman modal asing (PMA) menyumbang sekitar 76 persen dari total nilai realisasi investasi tersebut. Arus investasi ini masih berpotensi untuk terus meningkat ke depannya sejalan dengan peningkatan kepercayaan investor terhadap prospek ekonomi dan instrumen investasi yang tersedia di Indonesia.

Peringkat Indonesia

Langkah lembaga-lembaga pemeringkat utang dunia yang menaikkan peringkat Indonesia beberapa waktu terakhir bisa menggambarkan peningkatan kepercayaan tersebut.

Japan Credit Rating Agency bahkan sudah memasukkan pinjaman rupiah jangka panjang Indonesia dalam kategori investment grade. Kategori ini bukan tak mungkin diperoleh Indonesia dari lembaga pemeringkat lainnya dalam beberapa waktu ke depan.

Peningkatan nilai investasi tersebut tentu merupakan hal positif bagi perekonomian Indonesia. Namun, masih ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan.

Pertama, meskipun secara total realisasi investasi mengalami penguatan sejak triwulan I- 2009, komponen penanaman modal dalam negeri (PMDN) justru cenderung melemah.

Di triwulan I-2010, PMDN bahkan mengalami penurunan 21,3 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2009. Baru pada triwulan II, PMDN mengalami peningkatan (gambar 1).

Salah satu faktor yang sangat mungkin menjadi penyebab menurunnya aktivitas investasi domestik adalah fungsi intermediasi perbankan yang masih belum berjalan maksimal.

Hal ini dapat dilihat dari penurunan pertumbuhan kredit, khususnya kredit investasi dalam beberapa waktu terakhir. Memang, pengucuran kredit investasi tidak serta-merta dicatat sebagai aktivitas penanaman modal. Namun, dana pinjaman tersebut dapat digunakan sebagai sumber pembiayaan untuk pendirian usaha baru ataupun ekspansi usaha yang pada akhirnya dapat digolongkan sebagai aktivitas penanaman modal.

Pada tahun 2008, sebelum krisis global terjadi, pertumbuhan kredit investasi sempat mencapai level yang cukup tinggi. Level pertumbuhan tersebut merupakan yang tertinggi setidaknya sejak periode 1990-an.

Saat krisis, ketatnya likuiditas menyebabkan penyaluran kredit investasi turut mengerut. Beberapa langkah antisipasi yang kemudian diambil Bank Indonesia sebagai otoritas moneter tidak cukup ampuh untuk mendorong pulihnya aktivitas penyaluran kredit pada tahun 2009.

Pertumbuhan penyaluran kredit investasi hanya mencapai 16,1 persen pada tahun 2009, jauh lebih rendah dibandingkan tahun 2008 yang mencapai lebih dari 38 persen. Kondisi ini berlanjut pada tahun 2010, setidaknya sampai Mei, di mana pertumbuhan kredit investasi baru mencapai 16,5 persen.

Kedua, beberapa sektor krusial (kontribusi terhadap PDB signifikan) belum menjadi tujuan utama PMA. Pada tahun 2009, kelompok sektor tersier menjadi tujuan utama PMA dengan kontribusi mencapai 60,3 persen.

Sektor transportasi, penyimpanan, dan komunikasi yang termasuk di dalam kelompok sektor tersier memiliki kontribusi terbesar dengan share 38,6 persen. Sepanjang semester I-2010, arus PMA yang masuk ke sektor ini mencapai sekitar 40 persen sehingga masih menjadi yang paling dominan.

Kelompok sektor sekunder yang terdiri dari beberapa sektor industri pengolahan hanya mendapat porsi sekitar 35 persen dari total PMA. Dibandingkan dengan kondisi sebelum tahun 2000, komposisi PMA seperti ini sudah bergeser cukup signifikan.

Pada saat itu, arus PMA yang mengalir ke sektor industri pengolahan masih mendominasi dengan kontribusi mencapai lebih dari 60 persen. Sebaliknya, sektor tersier hanya menyumbang kurang dari 25 persen.

Dalam satu dekade terakhir, arus PMA beralih dari kelompok sektor industri pengolahan ke kelompok sektor tersier (khususnya sektor transportasi dan komunikasi). Padahal, di dalam struktur PDB, kontribusi sektor transportasi dan komunikasi hanya mencapai kurang dari 10 persen, jauh di bawah kontribusi sektor industri pengolahan yang mencapai lebih dari 25 persen.

Ketiga, meski kontribusi PMDN terhadap total realisasi investasi masih terpaut cukup jauh di bawah PMA serta sempat mengalami penurunan beberapa waktu terakhir, sektor sekunder (industri pengolahan) cukup konsisten menjadi tujuan utama PMDN dengan rata-rata kontribusi (1997-2009) mencapai sekitar 65 persen. Sementara sektor tersier memberikan sumbangan sekitar 22 persen.

Meski masih positif, ada hal yang tetap perlu diwaspadai. Alokasi kredit investasi untuk sektor industri cenderung mengalami pelemahan dalam beberapa tahun terakhir.

Pada 1995-2000, porsi kredit investasi ke sektor industri rata- rata 35,1 persen, yang tertinggi dibandingkan empat sektor lain (pertanian, pertambangan, perdagangan, dan jasa). Sektor perdagangan dan jasa masing-masing memiliki porsi 24,3 persen dan 25,7 persen (tabel 1).

Komposisi tersebut perlahan bergeser. Pada tahun 2003, kredit investasi yang dialokasikan ke sektor jasa sudah melampaui sektor industri.

Saat ini, sektor jasa sudah mendominasi alokasi kredit investasi dengan pangsa sekitar 47,3 persen (Mei 2010), jauh di atas sektor industri yang porsinya hanya mencapai 18 persen.

Penurunan porsi penyaluran kredit untuk sektor industri terjadi di semua kelompok bank, termasuk bank BUMN. Perkembangan investasi sebenarnya sudah cukup positif bila dipandang dari besarannya yang terus meningkat seiring peningkatan kepercayaan investor dan lembaga pemeringkat terhadap prospek perekonomian Indonesia.

Bramanian Surendro Analis Danareksa Research Institute

No comments:

Post a Comment