”Kami harus menjaga volume tak terlewati sehingga program- program untuk menjaga agar volume itu mencukupi harus dilakukan. Kalau volume itu melebihi (kuota di APBN-P 2010), kami harus (lapor) kepada DPR. Dua minggu lalu, kami (menteri- menteri di bidang ekonomi) sudah bertemu melakukan pengendalian program volume BBM,” kata Menteri Keuangan Agus Martowardojo di Jakarta, Selasa (31/8), seusai menghadiri rapat koordinasi yang dipimpin Menko Perekonomian Hatta Rajasa.
Sebelumnya, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) melaporkan, realisasi konsumsi BBM bersubsidi tahun 2010 diperkirakan 38,6 juta kiloliter (kl), lebih rendah dibandingkan prognosis PT Pertamina sebesar 39,23 juta kl. Ini berarti konsumsi BBM itu melampaui kuota dalam APBN-P 2010, yakni 36,5 juta kl.
BPH Migas memperkirakan dari 38,5 juta kl itu, premium mencapai 23,19 juta kl, minyak tanah 2,3 juta kl, dan solar 13 juta kl. Dalam APBN-P 2010, BBM bersubsidi terdiri atas premium 21,45 juta kl, minyak tanah 3,8 juta kl, dan solar 11,25 juta kl (Kompas, 31/8/2010).
Menurut Agus, menambah volume BBM bersubsidi di atas kuota APBN-P 2010 bukan pilihan pemerintah saat ini. Pemerintah lebih menekan BPH Migas untuk melakukan berbagai program pengendalian konsumsi BBM, antara lain, menggunakan kartu.
”Itu (program pengendalian konsumsi BBM) akan kami lakukan tidak lama lagi. Jangan sampai volume dinaikkan. Sektor mesti menjaga dan melaksanakan program yang dulu pernah untuk mengendalikan volume BBM. Istilah saya sekarang, prioritasnya adalah menjaga volume terlebih dulu,” kata Agus.
Secara terpisah, Menko Perekonomian menegaskan, jika program pengaturan konsumsi BBM tidak dilakukan, pembengkakan volume BBM bersubsidi mencapai 38,6 juta kl pasti terjadi. Karena itu, pemerintah akan melakukan dua hal.
Pertama, memerintahkan BPH migas meningkatkan kualitas pengawasan dan pengaturan distribusi BBM bersubsidi agar volumenya tidak membengkak. Kedua, menguji keandalan program pengaturan konsumsi BBM yang diusulkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Menteri ESDM Darwin Zahedy Saleh dalam surat Nomor 4642/10/MEM.M/2010 tertanggal 13 Juli 2010 tentang Penghematan BBM Bersubsidi menyampaikan sejumlah usulan kepada Menteri Koordinator Perekonomian. Disebutkan, berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) diketahui bahwa kelompok menengah ke atas punya kemampuan membeli BBM nonsubsidi.
Dengan demikian, upaya penghematan BBM bersubsidi tidak akan memengaruhi secara signifikan pada masyarakat menengah ke atas.
Untuk mengurangi penggunaan jenis BBM tertentu, diusulkan langkah-langkah, antara lain, semua jenis kendaraan pribadi roda empat atau lebih serta produksi mulai tahun 2005 dan seterusnya (berdasarkan STNK), tidak diberikan BBM bersubsidi. Jika hal ini diterapkan per 1 September 2010, diharapkan menghemat 2,3 juta kl.
Direktur Eksekutif Institute Reforminer (Lembaga Kajian Reformasi Pertambangan dan Energi) Priagung Rahmanto mengatakan, secara logika tanpa adanya program diversifikasi atau konversi BBM ke bahan bakar lain yang masif, seperti konversi minyak tanah ke elpiji kemasan 3 kilogram.
Selain itu, juga dikatakan, tanpa adanya terobosan kebijakan lain, tak mungkin bisa menurunkan volume BBM bersubsidi ke level 36,5 juta kl. Kebijakan lain yang dimaksud adalah pengaturan transportasi massal yang lebih pada transportasi umum. ”Saya tidak melihat program terobosan seperti itu akan dilakukan pada tahun 2011,” ujarnya.
No comments:
Post a Comment