Hal itu dikemukakan Menteri Perumahan Rakyat Suharso Monoarfa di Jakarta, Senin (23/8). ”Kami sedang mengevaluasi sasaran penerima subsidi. Opsinya adalah masyarakat berpenghasilan maksimum Rp 6 juta per bulan,” ujarnya.
Awal tahun 2010, pemerintah mengumumkan pola fasilitas likuiditas rumah bersubsidi. Pola ini disahkan bulan Juli, berupa subsidi bunga kredit pemilikan rumah (KPR) maksimum 9 persen selama tenor pinjaman.
Pola fasilitas likuiditas ini, ujar Suharso, tidak lagi mematok harga maksimum rumah. Hanya, harga rumah tidak boleh melampaui indeks kemahalan konstruksi (IKK) di setiap daerah.
Penghitungan IKK mencakup harga material dan uang sewa alat berat. Dengan demikian, harga rumah bagi konsumen bersubsidi di setiap daerah akan bervariasi.
”Subsidi kepada masyarakat bukan lagi terkait dengan harga rumah, tetapi pada daya beli mereka terhadap rumah. Sepanjang (masyarakat)
Adapun pemerintah akan segera menyusun ketentuan tentang harga maksimum rumah yang boleh dibeli konsumen bersubsidi. Dicontohkan, masyarakat berpenghasilan Rp 4,5 juta hanya boleh memberi rumah maksimum Rp 180 juta per unit.
Meski demikian, aturan pelaksanaan pola fasilitas likuiditas hingga kini belum jelas. Padahal, sejak awal tahun 2010, sebagian pengembang perumahan menghentikan proyek rumah susun sederhana milik (rusunami) bersubsidi karena menunggu terbitnya pola ini.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat Real Estat Indonesia Teguh Satria mengemukakan, sekitar 3.000 konsumen rusunami bersubsidi yang sudah akad kredit sejak tahun 2009 dana subsidinya belum cair.
Hambatan pencairan juga terjadi pada 5.000 rumah sederhana sehat (RSH) subsidi dengan akad kredit syariah.
Menanggapi kendala itu, Suharso mengemukakan, pihaknya berjanji menerbitkan peraturan mengenai prosedur verifikasi kelayakan konsumen paling lambat 25 Agustus 2010. Dengan ketentuan itu, verifikasi kelayakan konsumen dilakukan sepenuhnya oleh perbankan, sedangkan konsumen bersubsidi wajib memiliki SPT dan NPWP.
Adapun aturan pelaksana fasilitas likuiditas masih menunggu peraturan menteri keuangan tentang ketentuan perpajakan bagi konsumen bersubsidi, serta ketentuan harga rusunami.
Berdasarkan pola lama subsidi, harga RSH dipatok maksimum Rp 55 juta unit, sedangkan rusunami Rp 144 juta per unit.
Dalam pola lama itu, subsidi berupa uang muka Rp 5 juta-Rp 7 juta per unit dan selisih bunga KPR 7 persen-9,85 persen untuk 4-5 tahun. Konsumen mendapat pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), sedangkan pengembang mendapat keringanan Pajak Penghasilan (PPH) dari 5 persen menjadi 1 persen.
No comments:
Post a Comment