Friday, August 20, 2010

Kondisi Ketahanan Pangan Indonesia Mengkhawatirkan

Saat ini kondisi pangan nasional berada dalam situasi mengkhawatirkan. Sejumlah indikator yang terkait dengan komoditas beras tidak begitu menggembirakan, mulai dari realitas produksi, pengadaan dan stok beras di gudang Bulog, hingga pergerakan harga.

Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir di Jakarta, Jumat (20/8), mengatakan, ada sejumlah indikator yang kurang baik yang bisa menjelaskan situasi mengkhawatirkan pangan nasional.

Hal itu di antaranya terkait dengan produksi, tren pergerakan harga dibandingkan dengan tahun sebelumnya, kemampuan Bulog dalam melakukan pengadaan gabah dan beras, perhitungan stok beras di gudang Bulog, dan terjadinya transisi perdagangan beras.

Dalam dialog dengan petani seusai meninjau panen padi di Desa Beduyut, Kecamatan Bangodua, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengakui, perubahan cuaca ekstrem mengkhawatirkan karena bisa memengaruhi tanaman pangan. Karena itu, ia menganjurkan petani selalu berkomunikasi dengan penyuluh pertanian.

Dalam kunjungan tersebut hadir, antara lain, Menteri BUMN Mustafa Abubakar, Menteri Pertanian Suswono, Direktur Utama Perum Bulog Sutarto Alimoeso, dan Wakil Gubernur Jawa Barat Dede Yusuf.

Ditindak tegas

Hatta meminta penyuluh pertanian yang jarang ke lapangan ditindak tegas karena mengabaikan tugas mereka yang sangat penting, yakni menjaga ketahanan pangan. Selain itu, petani juga diminta memanfaatkan musim kering untuk menambah produksi tanam.

Winarno mengungkapkan, dari pantauan di 19 provinsi, KTNA menyimpulkan produksi padi tahun ini kurang menggembirakan. Penurunan produktivitas dan kualitas padi terjadi hampir merata. Akibat kualitas turun, kadar rendemen beras rendah.

”Badan Pusat Statistik (BPS) memang memperkirakan produksi padi tahun ini 65,15 juta ton gabah kering giling (GKG), atau naik 1,17 persen dibandingkan tahun 2009, tetapi di lapangan berbeda. Para pengusaha beras juga kesulitan mendapatkan beras, kalaupun ada, harganya tinggi. Pedagang tidak mau dituduh mempermainkan harga karena faktanya produksi kurang,” katanya.

Dari indikator harga, Winarno menyatakan, biasanya pada musim gadu harga beras turun dulu, baru naik. ”Tetapi, sekarang tidak pakai turun, harga beras terus langsung naik,” katanya.

Saat ini harga gabah kering panen di tingkat petani di Jawa Barat Rp 3.800 per kilogram, di Jawa Tengah Rp 3.600 per kg, dan Jawa Timur Rp 3.500 per kg. Sedangkan harga pembelian pemerintah untuk GKP Rp 2.640 per kg.

Saat ini ada upaya untuk menekan harga beras di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), Jakarta. Namun, dampaknya para pengusaha beras di daerah menahan pengiriman ke Jakarta. ”Kalau GKP harganya Rp 3.800 per kg dan gabah kering giling Rp 4.200 per kg, harga beras idealnya Rp 7.000 per kg. Kalau harga beras ditekan, pedagang jelas menahan,” katanya.

Penurunan produksi, selain karena gangguan hama penyakit akibat perubahan iklim ekstrem, juga akibat keterlambatan penyelamatan tanaman padi dari serangan hama.

Nellys Sukidi, pedagang beras di PIBC, menyatakan, pihaknya tak tahu sampai kapan harga beras dikendalikan. Saat ini harga beras stabil tinggi.

Berdasarkan data Perum Bulog, tren kenaikan harga beras saat ini tidak jauh beda dengan saat terjadi gejolak harga pada tahun 2006/2007.

Saat itu harga beras mulai naik sejak Agustus 2006, yakni Rp 4.533 per kg, terus naik hingga puncaknya pada Maret 2007 Rp 5.351 per kg.

Sutarto Alimoeso sebelumnya menyatakan, pengadaan beras Bulog tahun ini 1,8 juta ton. Ini di bawah pengadaan tahun 2009 yang mencapai 3,8 juta ton.

Menteri Pertanian Suswono mengatakan, kenaikan harga beras saat ini bukan disebabkan kurangnya stok, melainkan karena momen Lebaran

No comments:

Post a Comment