Thursday, November 5, 2015

Ekonomi Amerika Semakin Membaik, Suku Bunga The Fed Akan Naik Bulan Desember

Gubernur Bank Sentral Amerika Serikat (The Federal Reserves/Fed) Janet Yellen memberi sinyal akan menaikkan suku bunga acuan pada pertemuan The Fed berikutnya pada Desember 2015. Membaiknya perekonomian Amerika Serikat (AS) disebut Yellen menjadi alasan kuat bakal dikajinya keputusan tersebut. Seperti dikutip dari AFP, Yellen menyatakan ekonomi AS akan tumbuh dengan kecepatan yang baik untuk memperbaiki penyerapan tenaga kerja dan mengembalikan inflasi ke target 2 persen dalam jangka menengah.

“Bank sentral mungkin mulai menaikkan suku bunga jangka pendek pada pertemuan kebijakan Desember karena ekonomi AS berkinerja baik,” jelas Yellen, dikutip Kamis (5/11). Jika ekspektasi itu tercapai, maka ada kemungkinan positif pada pertemuan The Fed berikutnya yang dijadwalkan berlangsung 15-16 Desember akan diputuskan penaikan suku bunga.

Yellen menjelaskan keputusan menaikkan suku bunga pada Desember akan bergantung pada penilaian Federal Open Market Committee (FOMC) tentang prospek ekonomi AS berdasarkan data-data yang mereka terima. “Pengeluaran domestik telah tumbuh pada kecepatan yang solid, beberapa risiko penurunan telah berkurang," papar Yellen. Ia menuturkan, jika bank sentral membuat kebijakan untuk menaikkan suku bunga pada Desember 2015 maka pasar tenaga kerja dan faktor lain akan bergerak naik.

The Fed telah mempertahankan suku bunga acuan mendekati nol sejak Desember 2008. Dalam pertemuan September, The Fed menunda kenaikan suku bunga pertama mereka akibat perlambatan ekonomi global. Pemerintah bersikukuh tetap mematok nilai asumsi kurs nilai tukar di angka Rp 13.900 per dolar AS di dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja (RAPBN) 2016 hasil konsolidasi dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Padahal nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tengah menguat selama dua pekan terakhir. Alasannya, pemerintah masih ragu bahwa penguatan nilai tukar ini bakal bersifat jangka panjang. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan bahwa belum pastinya kenaikan suku bunga Amerika Serikat, Fed Rate dari angka 0 sampai 0,25 persen menjadi alasan kenapa pemerintah belum mau mengubah asumsi tersebut.

"Kami baru pulang dari pertemuan International Monetary Fund (IMF) di Peru, kebanyakan mood-mood negara lain masih belum optimistis. Pasalnya masih ada kemungkinan kurs masih volatile, bahkan mungkin kenaikan Fed Rate bisa naik tahun depan atau tahun depannya lagi," ujar Bambang di hadapan Badan Anggaran DPR RI, Kamis (15/10).

Atas alasan tersebut, maka pengubahan asumsi secara tiba-tiba akan sangat berbahaya mengingat hal itu juga bisa memengaruhi realisasi target capaian penerimaan atau belanja negara tahun depan. Bahkan, Bambang mengatakan kalau asumsi kurs tahun depan lebih rendah dibanding kurs yang berlaku, ditakutkan ada sikap saling menyalahkan antara pemerintah dan DPR.

"Maka dari itu kita pasang kurs konvensional saja, di angka Rp 13.900 per dolar AS meskipun pembukaan kurs hari ini di angka Rp 13.200 per dolar AS," katanya. Kalau nantinya ada perubahan asumsi kurs karena rupiah tetap menguat sampai tahun depan, perubahan itu rencananya akan dimasukkan ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2016.

"Nanti ide tentang pengubahan asumsi kurs bisa ditempatkan di situ," ujar Bambang. Seperti diketahui, asumsi nilai tukar di dalam APBN sangat sensitif mempengaruhi Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), khususnya dari pendapatan sektor migas dan pendapatan penambangan yang menggunakan denominasi dolar AS. Diketahui, angka PNBP di postur sementara RAPBN 2016 sebesar Rp 273,8 triliun.

Sementara itu, melihat data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), nilai tukar rupiah sejak akhir September meningkat sebesar 9,29 persen hingga hari ini. Tercatat, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada hari ini di angka Rp 13.288 per dolar AS, sedangkan pada 30 September lalu angka nilai tukar di Rp 14.657 per dolar AS

No comments:

Post a Comment