"Tidak ada skenario. Nanti kita pantau dan kita monitoring Kita punya monitoring evaluasi bulanan, mingguan, ini kita lakukan rutin. Dan bukan cuma tahun ini, tiap tahun kita lakukan," ujar Askolani saat ditemui di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (6/11). Sebelumnya, Kementerian Keuangan memperkirakan realisasi penerimaan negara terutama dari pajak bakal meleset dari target tahun ini. Sementara itu, dengan kebutuhan belanja yang cukup besar, maka defisit APBNP 2015 diramalkan bakal melebar dari rencana 1,9 persen dari PDB menjadi sekitar 2,23 persen dari PDB.
Kendati demikian, Askolani menegaskan pemerintah tidak akan memangkas alokasi anggaran belanja kementerian/lembaga (K/L). Dia memastikan alokasi belanja K/L tetap sebesar Rp 795,5 triliun. "Tidak ada yang dipangkas, semua tetap," ucap Askolani menegaskan. Ia mengakui kegiatan belanja yang progresif pada kuartal IV akan akan berpengaruh terhadap arus kas (cashflow) mengingat dari sisi penerimaan yang masuk tak sesuai dengan harapan. Sementara itu, memaksakan penarikan pembiayaan dalam waktu sempit juga akan menimbulkan risiko.
"Semuanya itu tergantun mana yang paling cepat, belanja atau penerimaan. Semua itu bisa di-adjust buat dioptimalkan. Kalau belanjanya bisa dikendalikan ya kendalikan," katanya. Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan masih akan melakukan penarikan utang di penghujung tahun guna memenuhi kebutuhan pembiayaan bruto sebesar Rp 498 triliun di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015. Sumber utang yang akan ditarik antara lain berasal dari pinjaman valas yang ditawarkan lembaga keuangan multilateral yang mencapai kisaran US$ 1,75 miliar atau setara dengan Rp 23,72 triliun (kurs Rp 13.555 per dolar AS)
"Kebutuhan pembiayaan 2015 belum selesai ditarik semua. Masih akan ada lelang obligasi di pasar domestik dan penarikan sejumlah pinjaman multilateral," ujar Schneider Siahaan, Direktur Strategis dan Portfolio Utang DJPPR . Schneider merinci, pinjaman-pinjaman yang akan ditarik pemerintah hingga akhir tahun antara lain dari Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia (ADB) masing-masing sebesar US$ 500 juta. Selain itu, lanjutnya, ada juga komitmen pinjaman lain dari Bank Pembangunan Jerman (KfW) sebesar US$ 350 juta dan ADB US$ 400 juta yang akan ditarik pada tahun ini.
"Kami akan cari timing yang pas untuk menariknya, kata Schneider. Menurutnya, penarikan pinjaman multilateral lebih murah dan minim risiko dibandingkan dengan penerbitan obligasi negara. Terlebih, katanya, di tengah rencana Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Federal Reserve menaikkan suku bunga acuan pada Desember. "Jadi kalau pinjaman tidak terpengaruh The Fed, kalau butuh tinggal tarik saja," tuturnya.
Dalam APBNP 2015, selisih kurang antara pendapatan dan belanja negara atau defisit dibatasi sebesar Rp 222,5 triliun atau 1,9 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Untuk menutup itu, pemerintah merencanakan penarikan utang sebesar Rp 498 triliun karena akan memperhitungkan kewajiban pelunasan utang dan pengelolaan portofolio utang
No comments:
Post a Comment