Di tengah derasnya kritik lantaran belum juga menurunkan suku bunga acuan, sejumlah dukungan terhadap kebijakan Bank Indonesia (BI) yang mempertahankan BI Rate pun terus mengalir. Ekonom Senior Kenta Institute, Eric Sugandi menegaskan, dengan tidakpastinya kondisi ekonomi global menyusul rencana penaikan Suku Bunga Bank Sentral Amerika Serikat (AS), The Fed Rate, adalah langkah yang tepat jika BI mempertahankan BI Rate di level 7,5 persen, dengan suku bunga Deposit Facility di angka 5,5 persen dan Lending Facility tetap di 8 persen.
“Dampak negatif penurunan BI rate yang prematur akan terasa terhadap Rupiah dan akan lebih besar (negatifnya) daripada manfaatnya. Jadi ini langkah yang tepat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi,” ujarnya saat dihubungi. Eric berpandangan, dengan semakin tingginya tingkat ketidakpastian di pasar keuangan global BI harus tetap berhati-hati dalam menempuh langkah pelonggaran kebijakan moneter. Kalau pun BI berencana menurunkan BI rate, katanya momentum yang paling tepat adalah sebelum kenaikan The Fed Rate.
Hal ini juga mengacu pada posisi cadangan devisa negara yang terbilang masih cukup aman walau pun sempat turun per Oktober 2015. “Intervensi yang dilakukan BI masih terukur untuk memperkecil volalitas rupiah dengan melihat pengaruh faktor global dan bukan untuk menahan rupiah di level tertentu secara habis-habisan,” kata dia.
Hal senada juga di utarakan oleh Ekonom Mandiri Sekuritas, Aldian Taloputra. Aldian pun mengapresiasi keputusan BI untuk tetap mempertahankan suku bunganya. “Saya rasa sudah benar BI tidak terburu-buru emoting bunga dan pemerintah harus terus melakukan reformasi struktural dan mempercepat belanja,” tutur Aldian. Lebih lanjut Eric Sugandi mengatakan, BI bisa menggunakan USD Time Deposit dan FX swap untuk menambah cadangan cadangan devisa dari sumber non-neraca pembayaran atau non balance of payments. Ini dilakukan dengan menarik USD dari sistem perbankan domestik.
Pun BI juga masih memiliki second line defense dalam bentuk fasilitas swap dari Chiang Mai Initiative Multilateralization (CMIM). Adanya kenaikan suku bunga AS secara berkala oleh the Fed yang kemungkinan naik 35bps per kuartal karena dimaksudkan untuk memulihkan ekonomi AS agar tidak terganggu dengan kenaikan suku bunga yang drastis.
“Kenaikan gradual justru baik, persoalannya adalah waktu kenaikan yang pertama, jika terlalu cepat akan mengganggu ekonomi global karena banyak mata uang negara emerging markets yang rentan terhadap capital outflows jika para pelaku pasar finansial dan investor portofolio global salah mengantisipasi timing kenaikan suku bunga AS yang pertama,” jelasnya.
Eric menjelaskan kenaikan gradual suku bunga AS berdampak baik bagi perekonomian AS juga dunia. Kenaikan suku bunga AS yang pertama yang menjadi persoalan karena saat ini banyak mata uang negara yang rentan terhadap capital outflows jika para pelaku pasar terlambat mengantisipasi waktu kenaikan suku bunga yang pertama.
Terkait kemungkinan kenaikan gradual suku bunga AS, Aldian mengatakan jika kenaikan itu sesuai dengan tren perbaikan di AS maka masih akan baik-baik saja. “Selama kenaikan dapat dijustifikasi atau sesuai dengan tren perbaikan di AS, saya rasa masih manageable, mungkin untuk Indonesia yang juga harus diperhatikan adalah ekonomi China,” ucapnya.
No comments:
Post a Comment