Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dalam sebulan terakhir telah menerima 41 pengaduan terkait problematika dari industri tekstil dan sepatu. Laporan ini telah dilimpahkan ke Desk Khusus Investasi Tekstil dan Sepatu (DKI-TS) yang dibentuk pada 9 Oktober 2015. “Dari jumlah tersebut (41 pengaduan) terdapat beragam persoalan yang secara cermat telah diurai pokok permasalahannya dan dipertemukan dengan pihak-pihak yang berkepentingan,” ujar Kepala BKPM Franky Sibarani dalam keterangan resminya, Sabtu (7/11).
Franky Sibarani mencontohkan beberapa perusahaan tekstil yang mengeluhkan kesulitan biaya opersional akibat persoalan listrik. Untuk mengatasi permasalahan listrik ini, lanjutnya, DKI-TS melakukan mediasi antara perusahaan dengan PLN. “Jadi perusahaan keberatan dengan rencana kenaikan tarif PLN dari tarif regular menjadi tarif premium mulai Desember 2015, ini kami mediasi dengan pertemuan dengan PLN,” ungkapnya.
Menurut Franky, hasil dari mediasi cukup positif ditandai dengan diberikan penundaan kenaikan tarif premium selama enam bulan. Setelah itu, PLN akan kembali membahas apakah masih perlu diberikan keringanan tersebut. Selain itu, tambah Franky, persoalan lainnya adalah terkait masa pemberlakukan harga diskon listrik 30 persen yang hingga kini belum ada aturan pemberlakuannya. Hasil komunikasi tim DKI-TS, rencana diskon tarif listrik tersebut seharusnya diberlakukan mulai Jumat (6/11).
Dalam paket ekonomi jilid III yang dirilis bulan lalu, pemerintah mengeluarkan stimulus untuk menjawab kebutuhan industri, salah satunya berupa penurunan tarif listrik dan diskon tarif sebesar 30 persen untuk pemakaian pukul 23.00-08.00 pagi. "Kebijakan itu diharapkan dapat mengurangi beban industri padat karya," kata Franky. Desk Khusus Investasi sektor Tekstil dan Sepatu dibentuk BKPM bersama Kementerian terkait lainnya untuk membantu investor existing, sehingga dapat mencegah PHK. Desk investasi ini terdiri dari BKPM, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Keuangan (Ditjen Pajak dan Bea Cukai), dan kementerian terkait lainnya, serta didukung oleh Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) dan Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo).
BKPM melaporkan sepanjang periode Januari – September 2015 realisasi investasi industri tekstil dan produk tekstil mencapai 523 proyek dengan nilai investasi Rp 5,85 triliun. Investasi di sektor tekstil dan produk tekstil masih didominasi oleh industri pakaian jadi dengan jumlah 203 proyek dan nilai investasi Rp 1,33 triliun diikuti oleh industri tekstil lainnya sebanyak 42 proyek dengan nilai Rp 224 miliar, dan industri penyelesaian akhir tekstil sebanyak 41 proyek dengan nilai Rp 155,8 miliar.
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menggandeng Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan ke dalam Desk Khusus Investasi sektor Tekstil dan Sepatu guna menyisir permasalahan investor terkait barang ilegal dan pakaian bekas. Kepala BKPM Franky Sibarani menjelaskan desk tersebut sudah menetapkan langkah jangka pendek dan jangka menengah dalam membantu investor tekstil dan sepatu. Dia merinci, langkah jangka pendek yang dilakukan oleh Desk Khusus Investasi adalah memanggil satu per satu 13 perusahaan yang sudah mengadukan masalahnya kepada asosiasi.
“Sementara langkah jangka menengah yang dilakukan adalah melibatkan DJBC untuk penanganan produk ilegal dan pakaian bekas yang banyak beredar,” ujarnya dalam keterangan resmi, dikutip Senin (12/10). Menurut Franky, keterlibatan DJBC penting dilakukan karena salah satu masalah yang dihadapi investor tekstil dan sepatu adalah maraknya barang ilegal dan produk pakaian bekas, sehingga menggerus pasar produk yang dihasilkan di tengah menurunnya daya beli masyarakat saat ini.
“Kami sudah berkoordinasi dengan DJBC untuk sama-sama dan secepatnya mengatasi masalah peredaran barang illegal dan produk pakaian bekas. Di sini peran serta pelaku usaha yang patuh aturan dan asosiasi sangat membantu,”jelas Franky. Ia menambahkan, langkah penanganan barang ilegal dan produk pakaian bekas ini merupakan respon atas salah satu dari empat permasalahan yang dihadapi investor tekstil dan sepatu, yaitu, pertama membanjirnya produk ilegal dan pakaian bekas.
“Masalah lain yang dihadapi investor tekstil dan sepatu adalah meningkatnya biaya produksi akibat pelemahan nilai tukar rupiah, penurunan daya beli masyarakat, dan persoalan hubungan industrial yang dapat mengurangi produktivitas perusahaan,” katanya. Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi mengaku lembaganya siap untuk menangani persoalan barang ilegal dan produk pakaian bekas yang dihadapi oleh investor tekstil dan sepatu. Ia menyatakan pihaknya tengah merumuskan langkah aksi bersama dengan BKPM dalam kerangka Desk Khusus Investasi Tekstil dan Sepatu. “Kami tentu akan memperkuat Desk Khusus Investasi Tekstil dan Sepatu guna mencegah terjadinya PHK di kedua sektor tersebut,” jelas Heru.
Franky Sibarani juga mengungkapkan, Desk Khusus Investasi tersebut dalam waktu dekat akan melakukan pertemuan one on one 13 investor tekstil existing yang sudah memasukkan pengaduan melalui asosiasi. “Dari jumlah 13 perusahaan tersebut, delapan perusahaan diantaranya akan mengurangi volume produksinya, dan lima perusahaan berencana untuk tutup,” ungkapnya. Menurut Franky, pertemuan one on one diperlukan karena permasalahan yang dihadapi investor berbeda-beda sehingga fasilitasi yang dilakukan juga berbeda.
“Jadi contohnya kalau investor menghadapi permasalahan dalam membayar tagihan listrik, kami akan menghubungkan dengan PLN untuk mendapatkan fasilitas membayar dengan mencicil. Demikian pula jika yang dihadapi masalah pembayaran pajak, akan dihubungkan dengan Ditjen Pajak untuk skema pembayaran dengan mengangsur,” paparnya. Untuk diketahui, Desk Khusus Investasi sektor Tekstil dan Sepatu dibentuk BKPM bersama Kementerian terkait lainnya untuk membantu investor existing, sehingga dapat mencegah Pemutusah Hubungan Kerja (PHK).
Desk investasi ini terdiri dari BKPM, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Keuangan (Ditjen Pajak dan Bea Cukai), dan kementerian terkait lainnya, serta didukung oleh Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) dan Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo).
No comments:
Post a Comment