Alasan penutupan tak lain soal biaya sewa yang semakin besar. Apalagi banyak outlet Disc Tarra yang tutup berada di mall-mall yang bisa dibilang high cost. "Beberapa outlet tutup karena cost mall yang semakin tinggi dan revenue tidak returned. Tapi sampai saat ini toko masih ada yang running," ungkap perwakilan Disc Tarra, Miranty Paramtiha. Setelah Disc Tarra tutup, kini toko CD dan kaset Duta Suara yang memutuskan menutup beberapa outletnya. Padahal Duta Suara adalah salah satu toko CD dan kaset tertua di Indonesia. "Ya memang ada yang tutup. Tapi ada yang udah pasti ada yang nggak, itu urusan orang kantor mas," ucap seorang pegawai Duta Suara .
Berdiri sejak 1970, Duta Suara punya tujuh outlet di Jakarta. Ditambah satu outlet NU Traxx yang merupakan 'anak' Duta Suara yang berada di kawasan Alam Sutera. Industri musik Indonesia disebut terus berkembang dan semakin maju. Perkembangan tersebut membuat bisnis industri musik pun terus bergeliat dan bertransformasi.
Toko-toko CD dan kaset yang dulu jadi tempat persinggahan para penikmat musik pun mulai sedikit demi sedikit menghilang. Alasannya adalah mereka tergerus dengan arus teknologi yang membuat bisnis penjualan CD lebih nyaman ke arah digital. Seperti saat kasus toko CD musik Disc Tarra yang mulai mengurangi outlet-nya. Pada kenyataannya banyak faktor yang membuat berkurangnya 'kandang' rilisan fisik musisi dalam atau luar negeri itu.
Salah satu nya adalah lebih menguntungkannya bisnis musik digital dibanding harus membuat sebuah toko CD atau kaset yang punya daftar panjang soal pembiayaan. Jika bicara bisnis hal tersebut seperti lumrah terjadi. "Memang untuk bisnis online memang lebih menguntungkan. Nggak jauh lebih banyak tapi ya memang cukup signifikan," ucap perwakilan Disc Tarra, Miranty Paramtiha. Miranty menambahkan selain soal untung, ia juga melihat industri yang mulai memaksa untuk bermain di bisnis digital. Setidaknya arah tujuan Disc Tarra yang mulai merambah bisnis digital memang mengikuti zaman yang terus berkembang.
"Industri memang sekarang banyak yang digital. Jadi biar lebih kekinian aja. Jujur memang bisnis ini (digital) memang jauh berjalan dengan baik, jadi sedikit perubahan soal development aja," jelasnya. Hal lain yang bisa dilihat juga adalah berkembangnya bisnis situs streaming online. Memang tak semua bisa masuk ke Indonesia, tapi setidaknya geliat streaming lagu online mulai mendapatkan tempat di penikmat musik Tanah Air.
Jadi anggapan bisnis musik digital lebih mengungtungkan pun seperti memang sudah jadi kodrat di industri musik Tanah Air.Berangkat dari rumor akan berakhirnya toko musik Disc Tarra akhir tahun ini, mencoba menyambangi beberapa outlet-nya yang tersebar di Jakarta. Berbanding terbalik dari kabar, justru mereka mengklaim masih memiliki pembeli yang stabil.
Seperti yang terjadi di outlet Disc Tarra Pondok Indal Mall (PIM), Jakarta Selatan. Walaupun terlihat sepi, outlet itu terus memperbarui katalog rilisan serta tak kehilangan pelanggan. "Kalau penjualan sepertinya sama saja ya dua-tiga tahun terakhir, stabil," ungkap Juri yang sudah bekerja untuk Disc Tarra sejak 1999. "Kami juga update terus CD-CD-nya," tambahnya. Menurut Juri, outlet di PIM terus stabil karena lingkungan yang mendukung. Masyarakat di kawasan tersebut memiliki finansial yang baik untuk bisa mengalokasikan uangnya kepada hal-hal hiburan seperti CD musik.
"Outlet di sini kan di komplek. Orang-orang di sini juga taraf hidupnya sudah bagus, jadi punya dana hiburan. Kalau nggak beli CD musik, beli aksesori atau blue-ray," ujar Juri.Pihak Disc Tarra akhirnya buka suara soal kabar rencana penutupan semua outlet-nya pada akhir tahun ini. Mereka menegaskan bahwa sampai saat ini kabar tersebut masih menjadi isapan jempol belaka. Disc Tarra mengakui memang menutup beberapa outlet besarnya. Tapi, banyak outlet lainnya yang masih berjalan.
Selain itu, mereka juga membantah bahwa penutupan tersebut karena gulung tikar. Tapi memang ada beberapa perubahan yang terjadi dalam sistem pengembangan bisnis mereka. "Jadi memang untuk sistem development sekarang memang mengarah ke digital. Karena sistem tersebut sampai saat ini masih berjalan dengan baik," ungkap perwakilan Disc Tarra, Miranty Paramtiha. Namun, satu sisi Miranty juga belum bisa memastikan apakah nantinya outlet Disc Tarra akan terus bertahan atau memang semua akan dialihkan ke digital. Tapi sampai saat ini memang belum keterangan resmi soal penutupan semua outlet di akhir tahun ini.
"Kita memang belum tahu ke depannya seperti apa. Tapi yang jelas sampai saat ini belum ada statement resmi tentang penutupan semua outlet pada 31 Desember mendatang," tegasnya.Efek domino era digital selalu disebut-sebut sebagai kambing hitam dalam kasus tutupnya toko kaset. Hal ini tak hanya terjadi di Tanah Air namun telah menjadi fenomena global. Tapi "menyalahkan" perkembangan teknologi tentu hanya salah satu cara pandang. Ada pendapat lain yang meyakini bahwa berakhir era penjualan kaset/CD musik sebenarnya juga disebabkan oleh para musisi pelaku industrinya sendiri.
"Kalau ngomong penjualan di Disc Tarra aja, penjualannya tidak ada masalah. Cuma memang nggak ada suplai CD yang update dari musisi atau produsenya," ujar salah satu karyawan di outlet Disc Tarra, Gandaria City, Jakarta Selatan, Rabu (4/11/2015). "Musisi lebih memilih jualan di toko ayam daripada toko CD. Jadi, kami juga barangnya-barangnya nggak update. Pembeli mau cari CD, tapi nggak ada, nggak lengkap," sambung karyawan itu lagi. Bicara Disc Tarra di Gandaria City, outlet tersebut akan tutup per 4 November besok. Bukan kareng bangkrut, tapi permasalahan kontrak yang habis setelah lima tahun.
Saat ini, kondisi di outlet Gandaria City terlihat lengang. Diskon hingga 70% dipajang hampir di seluruh rak, termasuk bagian DVD film. Tumpukan kardus pun tampak di pojok ruangan bagian belakang.
No comments:
Post a Comment