Friday, November 20, 2015

Pemerintah Segera Tentukan Harga Eceran Obat Non Generik

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) meminta pemerintah mengatur harga eceren tertinggi (HET) semua produk obat yang beredar di pasaran. Hal ini dimaksudkan agar harga obat di Tanah Air lebih terjangkau. “Kalau hal ini diserahkan kepada pelaku usaha usaha tentu akan membuat harga yang keluar semaunya dia (pelaku usaha). Apalagi kalau dia (pelaku usaha) dalam membuat struktur harganya sangat tidak transparan,” tutur Komisioner KPPU Sukarni ketika ditemui di kantornya, Jakarta, Kamis (19/11).

Sukarni menilai, adalah keputusan yang tepat jika pemerintah telah mengatur HET untuk produk obat generik. Namun sayangnya, pemerintah belum juga mengatur HET obat paten dan obat generik bermerek lantaran penetapan harga masih diserahkan pada mekanisme pasar. Tak ayal, Sukarni bilang penetapan harga jual akan menjadi bulan-bulan apotik, selaku agen, dalam menjual obat. Pasalnya, dia menemukan harga jual suatu obat bisa berbeda antara satu apotik dengan apotik yang lain.

“Padahal, harusnya tidak boleh terjadi penetapan harga jual kembali karena antara agen dengan supplier, mestinya, agen itu hanya menerima komisi bukan menentukan harga jual kembali,” ujarnya.

Agus Soetianto, Technical Officer Access and Delivery Partnership United Nations Development Programme (UNDP), mengungkapkan sejatinya formula harga obat ditentukan oleh sejumlah faktor. Di antaranya biaya produksi (harga manufaktur), tarif impor dan biaya terkait proses impor, margin keuntungan importir, margin keuntungan distributor, margin keuntungan pengecer, dan pajak.

“Permasalahannya adalah kita tidak pernah tahu berapa sebenarnya harga cost production dari manufacture sehingga dia (manufaktur) menentukan harga produk A ini dari awal adalah sekian rupiah. Itu susah itu,” kata Agus dalam “Public Hearing Industri Farmasi dalam Perspektif Persaingan Usaha” yang digelar oleh KPPU pada hari yang sama.

Seperti diberitakan sebelumnya, KPPU menduga ada tindakan praktik tidak sehat (kartel) yang dilakukan perusahaan farmasi sehingga harga obat di Indonesia dinilai terlalu tinggi. Sampai saat ini, dugaan tersebut masih dalam tahap penyidikan.  "Kita menduga ada perilaku anti persaingan yang mengarah ke kartel yang menyebabkan harga obat itu menjadi tinggi. Khususnya, untuk jenis-jenis obat tertentu misalnya obat jantung, diabetes, cancer, dan cuci darah. Itu kan harganya masih tinggi banget," tutur Ketua KPPU Syarkawi Rauf.

No comments:

Post a Comment