Suroso menilai, minuman bersoda dan berpemanis sangat tidak layak dijadikan objek cukai. Mengingat cukai adalah instrumen pendapatan negara yang dikenakan dengan tujuan mengendalikan konsumsinya di masyarakat karena dinilai membahayakan kesehatan. Ia menyebut, minuman berkarbonasi tidak membahayakan seperti halnya minuman beralkohol atau rokok. Mengutip hasil suatu penelitian, Suroso menyebut gula yang ada dalam minuman berkarbonasi diakuinya dapat menimbulkan obesitas, penyakit gula dan penyakit lainnya.
Seharusnya kendaraan bermotor juga dipungut cukai berdasarkan pemakaian per kilometernya karena asap kendaraan bermotor tersebut sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Termasuk juga tempat duduk yang menyebabkan orang malas bergerak yang akhirnya menjadi pasif serta timbulkan obesitas dan penyakit lainnya.
“Tetapi unsur gula bukan hanya ada di minuman berkarbonasi saja, tetapi di minuman dan makanan lain. Jadi tidak adil jika minuman berkarbonasi dikenakan biaya cukai,” kata Suroso. Selain dua alasan tersebut, Asrim mencatat tingkat konsumsi minuman berkarbonasi di Indonesia masih rendah. Tidak setinggi Singapura atau negara-negara Asia lainnya. Oleh karena itu, Suroso mengatakan Asrim akan mendesak Kementerian Keuangan untuk membatalkan rencana kebijakan tersebut karena hanya akan memberatkan industri minuman dalam kemasan.
Sebelumnya, Direktur Jenderal DJBC Heru Pambudi menyebut target pendapatan kepabeanan dan cukai yang ditetapkan sebesar Rp 186,52 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016, membuatnya harus melakukan upaya ekstensifikasi cukai.
"Sesuai dengan APBN, kami diminta untuk meng-excercise jadi kami akan fokus di objek minuman berpemanis dan minuman soda. Saya kira nanti akan diputuskan mana yang akan dijalankan lebih awal," ujar Heru beberapa waktu lalu. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (DJBC Kemenkeu) bakal memasukkan minuman bersoda dan berpemanis ke dalam objek cukai mulai tahun depan. Pengenaan objek cukai baru mutlak harus dilakukan pemerintah untuk mencapai target pendapatan kepabeanan dan cukai Rp 186,52 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016.
Direktur Jenderal (Dirjen) Bea dan Cukai Heru Pambudi menyatakan untuk memenuhi target tersebut selain menggunakan instrumen kenaikan tarif cukai atas objek yang ada, DJBC juga diizinkan memungut cukai dari objek baru. Heru menyebut instansinya akan segera menghitung potensi dan memperkuat alasan pengenaan cukai atas dua objek minuman ringan tersebut karena telah mendapat restu dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
"Sesuai dengan APBN, kami diminta untuk meng-excercise jadi kami akan fokus di objek minuman berpemanis dan minuman soda. Saya kira nanti akan diputuskan mana yang akan dijalankan lebih awal," ujar Heru saat ditemui di kantor pusat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak, Selasa (3/11). Menurut Heru, dua objek tersebut sudah lama dikaji sebagai objek baru penerimaan negara. Pasalnya selama ini minuman bersoda dan berpemanis dianggap memberikan dampak buruk bagi kesehatan masyarakat. "Kami tidak ingin terjebak anggapan bahwa ini bisa meningkatkan revenue, tapi ini bisa juga sebagai kontrol konsumsi dan peredaran, kalau revenue tidak terlalu besar tapi kontrolnya kuat maka itu kita bisa terapkan," kata Heru.
“Tetapi unsur gula bukan hanya ada di minuman berkarbonasi saja, tetapi di minuman dan makanan lain. Jadi tidak adil jika minuman berkarbonasi dikenakan biaya cukai,” kata Suroso. Selain dua alasan tersebut, Asrim mencatat tingkat konsumsi minuman berkarbonasi di Indonesia masih rendah. Tidak setinggi Singapura atau negara-negara Asia lainnya. Oleh karena itu, Suroso mengatakan Asrim akan mendesak Kementerian Keuangan untuk membatalkan rencana kebijakan tersebut karena hanya akan memberatkan industri minuman dalam kemasan.
Sebelumnya, Direktur Jenderal DJBC Heru Pambudi menyebut target pendapatan kepabeanan dan cukai yang ditetapkan sebesar Rp 186,52 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016, membuatnya harus melakukan upaya ekstensifikasi cukai.
"Sesuai dengan APBN, kami diminta untuk meng-excercise jadi kami akan fokus di objek minuman berpemanis dan minuman soda. Saya kira nanti akan diputuskan mana yang akan dijalankan lebih awal," ujar Heru beberapa waktu lalu. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (DJBC Kemenkeu) bakal memasukkan minuman bersoda dan berpemanis ke dalam objek cukai mulai tahun depan. Pengenaan objek cukai baru mutlak harus dilakukan pemerintah untuk mencapai target pendapatan kepabeanan dan cukai Rp 186,52 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016.
Direktur Jenderal (Dirjen) Bea dan Cukai Heru Pambudi menyatakan untuk memenuhi target tersebut selain menggunakan instrumen kenaikan tarif cukai atas objek yang ada, DJBC juga diizinkan memungut cukai dari objek baru. Heru menyebut instansinya akan segera menghitung potensi dan memperkuat alasan pengenaan cukai atas dua objek minuman ringan tersebut karena telah mendapat restu dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
"Sesuai dengan APBN, kami diminta untuk meng-excercise jadi kami akan fokus di objek minuman berpemanis dan minuman soda. Saya kira nanti akan diputuskan mana yang akan dijalankan lebih awal," ujar Heru saat ditemui di kantor pusat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak, Selasa (3/11). Menurut Heru, dua objek tersebut sudah lama dikaji sebagai objek baru penerimaan negara. Pasalnya selama ini minuman bersoda dan berpemanis dianggap memberikan dampak buruk bagi kesehatan masyarakat. "Kami tidak ingin terjebak anggapan bahwa ini bisa meningkatkan revenue, tapi ini bisa juga sebagai kontrol konsumsi dan peredaran, kalau revenue tidak terlalu besar tapi kontrolnya kuat maka itu kita bisa terapkan," kata Heru.
No comments:
Post a Comment