Tekstur ikan teri impor asal Thailand yang kering sempurna, rupanya menjadi pertimbangan utama masyarakat lebih menyukai teri Thailand ketimbang lokal. Salah satu pelanggan rutin ikan teri adalah pemilik rumah makan seperti Warteg. Yusuf, salah seorang pedagang teri di sentra penjualan teri Pasar Kalibaru, Cilincing, Jakarta Utara mengatakan, pemilik Warteg umumnya tak mengetahui mana teri impor atau pun teri lokal saat membeli di pasar tradisional. Namun, soal pilihan mereka lebih cenderung membeli teri dengan tingkat kekeringan yang bagus.
"Kalau ikan teri keringnya bagus otomatis terlihat lebih banyak karena ngembang. Kalau lokal karena lembab lebih berat. Makanya orang yang beli pada suka yang Thailand, kaya warung-warung atau Warteg," terang Yusuf . Yusuf mengungkapkan, dengan takaran berat yang sama, namun dengan ukuran yang berbeda, membuat pengusaha rumah makan cenderung mencari teri Thailand untuk dijual kembali sebagai lauk. "Ibarat kata sekilo teri lokal bisa buat lauk 50 piring nasi, yang impor bisa buat lauk 70 piring. Jadi mahal seribu atau berapa kalau dihitung-hitung lebih untung," tuturnya.
Yusuf sendiri saat ini menjual teri jenis Jengki asal Thailand seharga Rp 38.000/kg. Sementara untuk Jengki Vietnam, dan Jengki Jawa dibanderol masing-masing Rp 38.000/kg dan Rp 37.000/kg. Harganya yang lebih mahal, ikan teri impor asal Thailand dan Vietnam lebih laris daripada teri lokal asal Jawa dan Sumatera. Ikan teri impor ini sangat bersaing dengan produk sejenis di dalam negeri.
Sejumlah pedagang di sentra penjualan ikan asing di Pasar Kalibaru, Cilincing, Jakarta Utara menyebut, stok teri khususnya asal Thailand selalu ludes dalam 2 hari.
"Kalau kita ambil yang Jengki Thailand sehari bisa 50 dus, satu dus isi 10 kg. Jawa kita juga ambilnya sama 50 dus, tapi yang Thailand pasti habis duluan. Karena orang beli pasti nanya yang Thailand dulu," kata Yusuf, pedagang teri impor yang ditemui detikFinance, di Pasar Kalibaru, Jumat (6/11/2015).
Menurut Yusuf, kualitas teri Thailand yang jauh di atas teri lokal jadi alasan pembeli memburu teri asal Negeri Gajah Putih tersebut. Kualitas teri sendiri ditentukan tingkat kekeringan, kebersihan, dan ukuran. "Kalau dibandingkan sama yang Jawa atau Padang, jauh bedanya. Lokal yang bagus Medan saja, hanya harganya nggak ketulungan. Karena teri ini kan yang bagus atau tidaknya dari keringnya dulu, yang lokal lembab, yang Thailand benar-benar kering karena dia pakai oven. Yang Jawa kan hanya dijemur," jelas Yusuf.
Sementara untuk teri impor lain yang berasal dari Vietnam, meski kelembabannya hampir sama dengan teri lokal, teri Vietnam lebih unggul dalam hal kebersihan dan tingkat keputihan. "Vietnam menang putih saja, lebih bersih, tapi yang nomor satu tetap Thailand. Hanya sekarang yang Vietnam sudah nggak masuk lagi, yang masih ada stok yah impor dari Thailand saja," katanya. Hal yang sama juga diakui pedagang lainnya, bernama Dirjo. Menurutnya, rata-rata pelanggan baru akan mencari teri asal Jawa bila produk teri Thailand sudah habis atau selisih harganya mulai jauh lebih tinggi.
"Kalau Thailand meski laris tapi stok terbatas. Sementara dari Vietnam kadang ada kadang nggak di Kapuk, pedagang kan juga rebutan," tuturnya. Dirjo mengungkapkan, selain teri jenis teri Jengki yang dihargai Rp 38.000/kg, ada beberapa jenis teri impor lain yang jadi favorit pembeli.
"Dari Thailand ada namanya teri Pip harganya Rp 70.000/kg, dan dari Vietnam namanya MH seharga Rp 38.000/kg. Kalau lokal kaya jenis Tawar Bunga dari Padang Rp 40.000/kg, dari Medan lebih mahal lagi Rp 85.000/kg," pungkasnya.Meski dijual lebih mahal ketimbang ikan teri lokal, ikan teri impor asal Thailand justru yang lebih banyak dicari pembeli di sentra penjualan ikan teri Kalibaru, Cilincing, Jakarta Utara.
Di pasar yang mulai ramai pada jam 12 siang ini, jenis teri jengki asal Thailand dijual seharga Rp 38.000/kg. Sementara teri lokal dengan jenis yang sama yang umumnya berasal dari Jawa Tengah dijual seharga Rp 37.000/kg. "Kalau yang Thailand kita ambil langsung habis sehari biasanya. Kalau Jawa kan tergantung, orang yang ambil biasanya belinya Thailand dulu, kalau Thailand habis baru cari yang Jawa," ujar Yusuf, pedagang ikan teri impor Thailand.
Tingginya minat teri Thailand, kata Yusuf, karena tekstur teri asal Negeri Gajah Putih tersebut lebih kering. "Menangnya itu saja, rasa kan biasanya tergatung orang saja suka selera mana," jelasnya. Menurut Yusuf, semua pembeli ikan terinya merupakan pedagang pasar-pasar tradisional di Jabodetabek. "Kalau di sini yang beli bukan ibu rumah tangga atau warung. Orangnya yang ambil yah buat dijual lagi, belinya siang, dibungkusin lagi pakai plastik dijual malam harinya atau paginya. Makanya kita buka pada siang semua, kayak pasar kaget aja," tutur Yusuf.
No comments:
Post a Comment