Meski ditunda, pengamat properti dan Direktur Eksekutif Pusat Studi Properti Indonesia, Panangian Simanungkalit, berpendapat seharusnya bukan hanya ditunda melainkan tidak harus diakuisisi. "Akusisi adalah langkah mundur dan sangat keliru. Pasalnya, selama ini BTN sudah menangani hampir 99 persen fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) atau program kredit rumah murah dari pemerintah. Jika BTN dikebiri, bagaimana kemudian nasib pembiayaan rumah murah ke depan," ujar Panangian , Kamis (24/4/2014).
Meski begitu, Panangian tak menampik bahwa BTN pun tidak lepas dari masalah. Modal dan sumber pendanaannya terbatas. Hal ini tercermin dari tingginya tingkat loan to deposit ratio(LDR) BTN yang mencapai 104 persen. Sementara modal hanya Rp 11 triliun, dari total aset sebanyak Rp 131 triliun, dan otal dana pihak ketiga mencapai Rp 96 triliun. Jauh sekali jika dibandingkan dengan total aset Bank Mandiri sebesar Rp 733 triliun, dengan modal mencapai Rp 82 triliun serta dana pihak ketiganya pun bertengger di angka Rp 556 triliun.
"Akan tetapi, mengakuisisi BTN dan menjadikannya sebagai salah satu bagian Mandiri, tetap saja merupakan sebuah kemunduran. Sebab, BTN sudah memiliki infrastruktur dan sumber daya manusia yang fokus dan ahli di bidang pembiayaan rumah murah," tukasnya.
Alasan prestise
Menurut Panangian, dalam hal akuisisi Bank BTN oleh Bank Mandiri, pemerintah lebih memilih alasan yang bersifat prestise ketimbang alasan strategis. Alasan prestisenya ingin memiliki sebuah bank besar, dengan tujuan menghadapi persaingan menyambut Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015.
"Ketimbang mengakuisi BTN, lebih baik Bank Mandiri mengakuisisi Bank BNI yang asetnya jauh lebih besar, yaitu mencapai Rp 387 triliun. Lagipula, kedua bank tersebut punya fokus yang tidak jauh berbeda, yaitu sektor ritel dan korporasi," tandasnya.
Panangian juga mengungkapkan, jika langkah akuisisi ini didorong pula oleh isu ketidakmampuan BTN mendorong pembangunan pasokan rumah murah di daerah, hal tersebut tidak benar. Menurutnya, bukan BTN yang tidak mampu, tapi justru pemerintah yang tidak bisa mendorong pembangunan.
"Bukan BTN yang tidak mampu, tapi Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) yang tidak bisa mendorong pembangunan di daerah. Cara mengatasi backlog (angka kekurangan rumah), menterinya harus komit dengan bupati dan gubernur yang mengelola perumahan di daerah. Karena menurut undang-undang, tanggung jawab daerah itu ke gubernur. Gubernur harus jadi promotor membangun rumah di daerah," imbuh Panangian.
Hal terpenting, menurut Panangian, adalah terjalinnya komunikasi dan koordinasi. Baik itu antar kementerian, dengan Presiden, maupun penguasa daerah setempat. Ekonom dan dosen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI), Faisal Basri, menyayangkan keputusan pemerintah mengakuisisi PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) melalui PT Bank Mandiri Tbk. Faisal menuding Menteri BUMN Dahlan Iskan mengambil jalan pintas untuk melahirkan bank dengan aset besar.
"Inginnya ambil jalan pintas. Mau duit gede, caranya kedua bank digabung, ini kan namanya jalan pintas. BTN itu kurang modal sehingga harus diperkuat modalnya, sementara Mandiri itu sudah besar. Kenapa sih enggak beli Bank Mutiara saja, misalnya. Atau, kenapa bukan BTN saja yang diperbesar. Jalan pikiran Pak Dahlan tidak ke situ, tidak melalui satu kajian mendalam," kata Faisal di Bentara Budaya Jakarta, Senin (21/4/2014) sore.
"Ini dua karakter bank yang berbeda. Kalau tujuan Dahlan untuk memperbesar BTN sebagaimortgage bank, harusnya suntikkan modal ke BTN, bukan dengan mengakuisisi. Iseng saja tanya, kalau mau gabung, kenapa sih tidak bergabung saja ke BNI supaya Mandiri semakin besar. Atau dengan BRI saja misalnya. Sudahlah, BTN itu punya misi khusus, jangan dikerdilkan oleh Mandiri-nya," tambahnya.
Faisal mengakui, mortgage market di Indonesia belum berkembang sehingga peran BTN dibutuhkan. Terlebih lagi, sektor perumahan sangat membutuhkan dukungan pembiayaan, mengingat masih banyak masyarakat membutuhkan dana untuk membeli rumah.
"Nah, itu kan bukan kompetensi Mandiri. Jangan-jangan mereka tak percaya diri. BTN tidak main kartu kredit, kartu tol, dan lain-lainnya karena memang fokusnya cuma satu, yaitu KPR. Ingat, BTN sampai saat ini masih dalam mortgage bank sejak zaman kuda gigit besi, dari zaman Perumnas membangun rumah tahun 1980-an," ujarnya.
Faisal menyarankan, mortgage bank di Indonesia harusnya bisa lebih dikembangkan, khususnya BTN. Pasalnya, BTN masih menghadapi banyak tantangan dan kebutuhan sehingga pemerintah perlu membangun BTN yang sudah bagus saat ini menjadi lebih kuat.
"Dahlan Iskan itu misinya untuk memperbesar bank agar punya daya saing, bukan bertujuan untuk itu (memperbesar mortgage bank). Dia (Dahlan Iskan) ingin Indonesia punya bank besar," kata Faisal.
No comments:
Post a Comment